Rabu 05 Nov 2014 16:22 WIB

BI Edukasi Santri Tentang Keuangan

Rep: Satya Festiani/ Red: Esthi Maharani
 Agus Martowardojo (l)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Agus Martowardojo (l)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bank Indonesia (BI) mengedukasi para santri mengenai keuangan. Materi edukasi keuangan kepada para santri diharapkan akan mendorong kemandirian ekonomi yang berdampak pada inklusivitas keuangan di masyarakat yang semakin luas.

Edukasi tersebut merupakan bagian dari kerja sama antara BI dan Kementerian Agama tentang pengembangan kemandirian ekonomi lembaga Pondok Pesantren dan peningkatan layanan nontunai untuk transaksi keuangan di lingkungan Kementerian Agama.

Kerja sama tersebut dilakukan melalui Nota Kesepahaman yang ditandatangani pada Rabu (5/11) di Surabaya, antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo dan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, tingkat inklusifitas keuangan masyarakat Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil survey neraca rumah tangga BI pada 2012, hanya 48 persen dari total rumah tangga di Indonesia yang memiliki tabungan di bank, lembaga keuangan non bank dan non lembaga keuangan.

"Terdapat 52 persen rumah tangga yang belum memiliki tabungan sama sekali," ujar Agus di Surabaya, Rabu (5/11).

Sementara dari hasil financial literacy survey BI pada 2012 dan survey Bank Dunia pada 2010, pengetahuan mengenai perbankan dan keuangan masyarakat Indonesia masih rendah sehingga perlu peningkatan pengetahuan pengelolaan keuangan dan produk perbankan.

Di sisi lain, dari komposisi penduduk Indonesia, berdasarkan sebaran agama yang dianut, sebanyak 207 juta jiwa atau 82 persen dari jumlah penduduk beragama Islam. Hal tersebut menjadikan kependidikan agama Islam tumbuh meluas di Indonesia, yang ditandai dengan keberadaan 24.206 lembaga pendidikan diniyah dan pondok pesantren. BI menilai, terdapat potensi sumber daya manusia yang besar yaitu para santri yang sedang menuntut ilmu.

Di sisi keuangan, sektor sosial Islam yang mencakup sistem zakat dan wakaf memiliki potensi keuangan sekitar Rp 217 triliun. Potensi tersebut dapat mempercepat pembangunan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan.

Hal-hal tersebut melatarbelakangi kerja sama antara BI dan Kemenag. Implementasi kerja sama antara BI dan Kemenag ini untuk pertama kalinya akan dilakukan di wilayah Jawa Timur. Pertimbangannya, Jawa Timur memiliki pondok pesantren yang jumlahnya lebih dari 5.000 lembaga serta sejalan dengan rencana pemerintah untuk menjadikan Surabaya sebagai Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah Nasional.

Di wilayah Jawa Timur juga terdapat potensi zakat yang dapat terkumpul sebesar Rp 15,5 triliun, dari 10.173.400 rumah tangga berdasarkan Survei Ekonomi Nasional pada 2009.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement