REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dengan nilai potensi hingga 1 miliar dolar AS per tahunnya di Indonesia, industri perawatan pesawat menjanjikan banyak peluang. Sayangnya, pasar lokal baru mampu menyerap 30 persennya saja.
''Ini potensi dan Garuda Maintenance Facility (GMF) adalah yang terbesar dalam industri ini,'' kata Direktur Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association (IAMSA) Richard Budihadianto di sela-sela peluncuran penerbangan jarak jauh berbiaya hemat oleh Indonesia AirAsia Extra (IAX), Senin (27/10).
Setidaknya, ujar Richard, bisnis maintenance, repair, and overhaul (MRO) aviasi atau perawatan pesawat di Indonesia terpantau bernilai 1 miliar dolar AS. Sayangnya, yang mampu diserap Indonesia hanya 30 persen dan 700 juta dolar AS, sisanya masih didominasi pihak asing.
Sementara itu, GMF baru menguasai 70 persen pasar. Richard melihatnya masih bisa digenjot lagi. Richard menyebut 20 persen pendapatan GMF berasal dari maskapai asing. Tapi, GMF belum bisa memperbesar layanan perawatan pesawat karena keterbatasan kapasitas.
“IAMSA ingin semua MRO tumbuh karena pasarnya ada meski memang butuh investasi,” tegasnya.
Banyak manfaat yang bisa diambil industri aviasi Indonesia jika MRO Indonesia mampu meraih kesempatan ini. Seperti keamanan penerbangan karena suku cadang mudah didapat di Indonesia.
Penghematan biaya juga akan terjadi karena maskapai tidak perlu memperbaiki armadanya di luar negeri. Belum lagi devisa yang bisa ditambah dari maskapai luar yang merawat armada di Indonesia.
Selain menumbuhkan lapangan kerja di dalam negeri, teknisi aviasi Indonesia juga bisa mempelajari armada dari maskapai asing sehingga ada peningkatan kapabilitas.