Senin 06 Oct 2014 14:03 WIB

Makin Anjlok, Nilai Tukar Rupiah Sentuh Rp 12.200

Rep: Satya Festiani/ Red: Esthi Maharani
Rupiah
Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah dalam perdagangan Senin (6/10). Padahal minggu lalu rupiah sempat menguat tipis pada kisaran Rp 12.100.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (6/10) ditransaksikan pada Rp 12.212 per dolar AS. Angka tersebut melemah dibandingkan Jumat (3/10) yang ditransaksikan pada Rp 12.144 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, depresiasi nilai tukar pada akhir kuartal III-2014 sebesar 1,57 persen month to month (mtm) atau 0,12 persen year to date (ytd).

"Pelemahan rupiah kita dapat memahami karena lebih karena menguatnya dolar AS," ujar Agus dalam Konferensi Pers Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) terkait Perkembangan Sistem Keuangan Terkini, Senin (6/10).

Selain rupiah, nilai tukar di regional juga mengalami pelemahan. Nilai tukar dong Taiwan melemah 0,16 persen menjadi 30,46 per dolar AS. Nilai tukar won Korea melemah 0,65 persen menjadi 1.068 per dolar AS. Bath Thailand melemah 0,12 persen menjadi 32,6 per dolar AS.

"Pelemahan rupiah masih sejalan dengan negara lain yang di regional," ujarnya.

Pelemahan nilai tukar tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan domestik. Faktor eksternal khususnya normalisasi kebijakan the Fed. Kenaikan Fed Fund Rate akan lebih awal dari yang diprediksikan. Agus mengatakan, market melihat kondisi tingkat suku bunga AS yang akan meningkat.

Agus meyakinkan bahwa BI selalu bekerja sama dengan Pemerintah dalam upaya pendalaman pasar keuangan. Agus mengatakan bahwa BI juga siap berada di pasar.

"BI tak pernah tinggalkan pasar. Kita yakinkan stabilitas akan kita jaga," ujarnya.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pelemahan nilai tukar karena kombinasi eksternal dan domestik. Namun, kondisi eksternal berpengaruh lebih besar daripada pengaruh domestik, seperti kondisi politik.

"Dampak politik lebih pada reaksi pasar jangka pendek," ujar Chatib.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement