Kamis 02 Oct 2014 22:24 WIB

Inflasi Rendah, Rupiah Menguat

Rep: Satya Festiani/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Karyawan melayani penukaran Dollar Amerika di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta, Kamis (2/10).(Republika/Prayogi)
Foto: Prayogi/Republika
Karyawan melayani penukaran Dollar Amerika di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta, Kamis (2/10).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat tipis, Kamis (2/10). Penguatan tersebut disebabkan oleh inflasi yang rendah. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, nilai tukar rupiah pada, Kamis (2/10), ditransaksikan pada Rp 12.136 per dolar AS, menguat 52 poin dibandingkan hari sebelumnya.

Ekonom Sri Adiningsih mengatakan, penguatan rupiah yang tak signifikan tersebut disebabkan oleh adanya profit taking dan angka inflasi yang terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September hanya sebesar 0,27 persen mtm sehingga secara tahunan inflasi hanya sebesar 4,53 persen yoy.

Sri juga mengakui bahwa penguatan sedikit didorong oleh terpilihnya paket pimpinan DPR dari koalisi merah putih. Koalisi ini mengusung pimpinan DPR dengan formasi ketua Setya Novanto dari Golkar, Fadli Zon dari Gerindra, Agus Hermanto dari Demokrat, Taufik Kurniawan dari PAN dan Fahri Hamzah dari PKS.

"Paling tidak pasar melihat respons kubu Jokowi-JK cukup positif," ujar Sri ketika dihubungi Republika, Kamis (2/10). Penguatan rupiah saat ini masih bersifat sementara.

Rupiah masih dipengaruhi faktor eksternal seperti rencana kenaikan suku bunga AS. Sri mengatakan, rupiah dapat menguat secara permanen jika Pemerintah baru dapat meyakinkan investor bahwa ekonomi Indonesia akan terjaga dan menguntungkan bagi investor. "Kalau itu tak dilakukan bisa melemah," ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa investor saat ini masih menunggu siapa yang akan menduduki kabinet baru, terutama tim ekonomi dan kebijakannya. Kabinet yang dipercaya dapat menjaga stabilitas makro dengan baik dan kredibel akan memberikan sinyal positif bagi investor.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menilai bahwa inflasi hingga September masih sejalan dengan target inflasi sebesar 3,5-5,5 persen pada 2014. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, BI terus mencermati risiko inflasi.

Terutama terkait kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi pada triwulan IV-2014. "BI akan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan," ujar Tirta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement