REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan mengatakan mayoritas pelaku industri dan UKM belum siap menghadapi MEA 2015. Dari 12 industri barang dan jasa, baru industri penerbangan yang dinilai siap bersaing dalam pasar tunggal tersebut.
Karena masih banyak industri yang belum siap, menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Sri Agustina, dengan begitu perlu ada solusi sejak saat ini. Salah satunya, menekan biaya produksi jadi lebih murah.
Berbicara tentang biaya produksi, berarti harus ada upaya pemerintah untuk menurunkan suku bunga. Bahkan, bila perlu sejak sekarang pemerintah membuat bank khusus untuk industri kecil atau UKM.
Pihaknya, akan berupaya mendorong supaya bank khusus ini bisa terealisasi. Dengan begitu, pelaku industri atau UKM bisa memperoleh pinjaman modal dengan suku bunga rendah.
Bila bunga yang mereka bayar rendah, maka pelaku usaha ini harus mau memurahkan produknya. Selain itu, pihaknya juga terus intervensi dari sisi regulasi. Intervensi ini, seperti mengacu pada Permendag 70/2013.
Dalam payung hukum itu, pemerintah ingin di setiap mall atau perbelanjaan modern. Harus ada promosi produk dalam negerinya sebanyak 80 persen dari barang yang dijual di tempat itu.
Jika mereka tak mau, maka izin dari investor pusat perbelanjaan itu sulit keluar. Dengan intervensi ini, diharapkan produk dalam negeri bisa semakin mendapatkan tempat. Sehingga, masyarakat akan tertarik untuk membelinya.
"Kebiasaan masyarakat kita, kalau membeli produk itu ingin di supermarket atau mall. Makanya, barang yang ada di tempat perbelanjaan itu harus didominasi produk Indonesia," jelasnya.