REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Selasa (26/8) pagi bergerak melemah sebesar tiga poin menjadi Rp 11.710 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 11.707 per dolar AS.
"Sentimen kenaikan suku bunga AS (Fed rate) masih menopang mata uang dolar AS untuk kembali terapresiasi terhadap mayoritas mata uang utama dunia, termasuk rupiah," kata Pengamat Pasar Uang dari Bank Himpunan Saudara Rully Nova di Jakarta, Selasa (26/8).
Menurut dia, untuk pekan ini transaksi permintaan nilai tukar Amerika Serikat itu masih akan mendominasi di pasar uang dalam negeri. Pasalnya, faktor penggerak mata uang rupiah pascapilpres 2014 cukup minim. "Saat ini belum ada sentimen yang mendorong rupiah untuk bergerak menguat, pelaku pasar cenderung menanti susunan kabinet pemerintahan yang baru," ujarnya.
Ia mengemukakan bahwa pelaku pasar uang di dalam negeri mengharapkan susunan kabinet baru nanti diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. "Sejauh ini, susunan kabinet bayangan yang beredar cukup positif, sehingga tekanan rupiah pun menjadi terbatas," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi global yang masih melambat membuat aset mata uang kategori safe haven masih diminati untuk menjaga nilai. "Permintaan dolar AS yang masih mendominasi, maka mata uang di negara-negara berkembang cenderung tergerus," katanya.