REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar modal merupakan salah satu solusi bagi industri properti dalam memperoleh pendanaan. Hal ini juga yang dilihat oleh salah satu pengembang properti di Indonesia, DAFAM Group.
Tingginya kebutuhan dana untuk pengembangan properti membuat DAFAM mulai melirik pasar modal. Rencananya, pengembang properti di wilayah Jawa Tengah itu akan melepas sahamnya ke publik pada 2017.
Perseroan belum memutuskan berapa persen saham yang akan dilepas. Presiden Direktur Billy Dahlan mengatakan, jumlah maksimal yang ditawarkan mencapai 40 persen.
"Kami ingin bisa dapatkan dana Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun," kata Billy di Jakarta, Rabu (20/8).
Sebelum memutuskan melepas saham ke publik, perseroan ingin memperbesar nilai perusahaan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan membentuk satu konsorsium yang berisi sejumlah pengembang properti di bawah bendera DAFAM Group.
Adanya konsorsium diharapkan dapat memperbesar aset dan nilai perusahaan sehingga sahamnya akan menarik bagi investor. Kalau hanya DAFAM sendiri, Billy mengaku asetnya belum begitu besar.
Dengan sejumlah hotel dan properti yang dimiliki, aset DAFAM hanya Rp 800 miliar.
Billy menambahkan, perseroan belum menunjuk underwriter untuk proses initial public offering (IPO). Namun, perseroan sudah melakukan pembicaraan dengan sejumlah perusahaan sekuritas.
Sampai Agustus 2014, perseroan telah mengelola 14 hotel yang tersebar di Indonesia. Perseroan juga masih memiliki kesepakatan lain untuk mengelola 20 hotel lagi.
Hotel yang dimiliki sendiri baru ada enam unit. Lima hotel sudah beroperasi di Semarang, Pekalongan, Cilacap, dan Pekanbaru. "Satu hotel lagi masih dalam proses pembangunan," kata Billy.
Selain hotel, DAFAM juga mengelola residensial di Batang, Pekalongan dan Semarang. Sampai Agustus, tingkat terjual ketiga residensial mencapai 50 persen.
Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, pasar properti masih cukup menguntungkan jika dikelola dengan baik. Ia mengakui, ada masanya properti mengalami kenaikan. "Kalau dibuat dengan niat baik, akan bagus hasilnya," kata Rudiyanto.
Ia mengutip spekulan yang sering membeli properti dalam jumlah besar. Biasanya hal inilah yang membuat harga properti menjadi lebih tinggi dan tidak stabil.