REPUBLIKA.CO.ID, -- Ulama memiliki banyak peran dalam perkembangan Islam, salah satunya ekonomi. Lahir dan tumbuh berkembangnya lembaga keuangan ekonomi syariah tak lepas dari tangan ulama.
Ulama atau dewan ulama bertanggung jawab atas segala inovasi yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah. Di atas itu, semua seperti di Indonesia, kumpulan ulama yang disebut Dewan Syariah Nasional memiliki peran mengeluarkan fatwa untuk memenuhi kebutuhan pelaku ekonomi syariah.
Hanya saja, berdasarkan Bloomberg, regulator, entah di negara atau wilayah mana mulai berpikir untuk mengurangi peran ulama. Mereka menyalahkan peran ulama yang menyebabkan penundaan dan biaya ekonomi tinggi sehingga memperlambat industri.
Dikutip dari Bloomberg, Bankir dan pejabat berencana membuat standardisasi, baik dokumen maupun struktur obligasi untuk membatasi hambatan akibat berbagai interpretasi hukum syariah. Menurut firma hukum Clifford Chance LLP, hanya untuk menjual sukuk dibutuhkan waktu sekitar 12 minggu untuk dapat disetujui. Padahal obligasi konvensional hanya butuh delapan pekan.
Profesor keuangan syariah di La Trobe University Melbourne, Ishaq Bhatti menyatakan ada ulama yang berada di perusahaan-perusahaan besar mengeluarkan fatwa tanpa memahami konsekuensi. Sehingga nilai dari pendapatan mereka yang begitu besar sama sekali tak memberikan kontribusi bagi pengembangan produk.
Bahkan menurut dua ulama, pelaku bisnis harus memberikan dana 500-1000 dolar per jam kepada pakar yang dihormati di Timur Tengah. Nama kedua ulama tak bisa disebutkan karena masalah sensivitas isu ini.
Sebenarnya ulama sangat dibutuhkan khususnya ketika mengeluarkan fatwa bagi industri yang akan meraih peningkatan aset hingga 3,4 triliun dolar di 2018 ini. Malah menurut Dewan Pengawas Syariah Bank Negara Malaysia, reputasi dari ulama sangat menentukan keberhasilan sebuah produk.