REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan bahwa pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi tidak akan mempengaruhi harga bahan pokok, karena diperkirakan angka inflasi berada pada kondisi normal. "Tidak ada kenaikan harga, tidak ada, karena harga (BBM bersubsidi) memang tidak naik. Ini mekanisme pasar biasa," kata Chairul Tanjung di Jakarta, Senin (4/8).
Chairul mengatakan, pengaturan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi di beberapa daerah seperti di Jakarta Pusat, di 24 SPBU pinggir jalan tol dan penjualan BBM bersubsidi sampai pukul 18.00 WIB justru akan mengamankan APBN Perubahan 2014, di mana target volume kuota BBM bersubsidi berkurang dari 48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl.
Menurut Chairul, dengan kebijakan tersebut, masyarakat masih mungkin membeli BBM bersubsidi di wilayah lain di Jakarta atau sebelum masuk jalan tol dan membelinya sebelum pukul 18.00 WIB, sehingga yang menjalankan kebijakan tersebut hanyalah sebagian masyarakat yang dalam kondisi terpaksa.
"Nah, dari yang terpaksa-terpaksa tersebut, diperkirakan bisa menghemat dua juta kiloliter subsidi BBM sampai akhir tahun. Sehingga, masalah 46 juta kiloliter itu bisa terpenuhi," tutur Chairul.
Selain itu, tambah Chairul, harga minyak mentah dunia yang trennya menurun pada seminggu terakhir juga berpotensi mengurangi subsidi BBM, hingga angka 46 juta kiloliter bisa terjaga sampai akhir tahun. Ia mengatakan, terdapat beberapa pilihan kebijakan yang bisa ditetapkan dalam membatasi penyaluran BBM bersubsidi, di antaranya menaikkan harga BBM bersubsidi dan membatasi penggunaannya.
Menurut Chairul, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, maka akan diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya, karena biaya transportasi menjadi naik dan inflasi menjadi lebih tinggi. Namun, lanjutnya, pemerintah lebih memilih pengurangan subsidi dengan penghapusan subsidi bagi kendaraan pribadi, karena kenaikan harga bahan pokok tidak akan setinggi kalau dilakukan kenaikan secara normal.
"Mengurangi subsidi dengan menaikkan harga BBM itu bukan keputusan yang populer, tapi keputusan yang tidak populer. Oleh karenanya, keputusan menaikan harga BBM, itu bukan keputusan ekonomi tapi keputusan politik," ujar Chairul.