REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan menegaskan pihaknya bekerja secara profesional dalam mengaudit entitas, baik pemerintah provinsi dan Kementerian lembaga. Hal ini untuk menjawab berbagai keraguan mengenai kredibilitas BPK.
Khususnya setelah BPK menilai laporan keuangan DKI Jakarta berkategori Wajar Dengan pengecualian. Padahal di saat yang sama, Gubernur terpilih DKI Jakarta, Joko Widodo akan mengikuti pemilihan sebagai Calon Presiden.
Anggota BPK RI, Agung Firman Sampurna menyatakan ada kolega yang mulai meragukan kredibilitas. Oleh karena itu ia perlu menjawab agar tidak ada keraguan menyangkut kredibilitas BPK secara kelembagaan.
Ia menjelaskan mengenai merosotnya opini DKI Jakarta, dari Wajar tanpa Pengecualian (WTP) di 2011 dan 2012 menjadi WDP adalah karena pihaknya menemukan 86 temuan.
Pertama dari jumlah laporan realisasi anggaran (LRA), tidak didukung dengan bukti yang kuat. Khususnya pencairan surat perintah dana (SP2D) uang persediaan (UP) sebesar Rp 565,99 miliar. Selain itu juga melewati batas yang tentukan.
Dengan demikian, ucap dia, terindikasi kerugian daerah senilai Rp 59,23 miliar. Antara lain dari operasional pendidikan, kegiatan penataan jalan kampung dan biaya pengendalian teknis kegiatan.
Ia juga menambahkan sejumlah uang yang cukup besar yang dicairkan dari tanggal 15 hingga 31 Desember 2013 tak didukung pertanggung jawaban.''Sampai akhir pemeriksaan,'' tutur dia kepada media, Jumat (4/7).
Kemudian terjadi koreksi dalam pengelolaan aset khususnya setelah pemerintah DKI melaksanakan sensus aset tetap. Berdasarkan data un-audit 2013, Rp 331,6 triliun. Sementara data Audit 2012 Rp 342,2 triliun. Artinya ada koreksi kurang aset tetap sebesar Rp 8,89 triliun. ''Yang menjadi pertanyaan bagaimana mungkin terjadi penurunan aset dlm jumlah besar,'' ucap dia, Jumat (4/7).
Kemudian mengenai pendapat yang berkembang bahwa sepatutnya BPK menilai disclaimer atau tanpa opini, ia menjawab pihaknya melakukan pendalaman terhadap dua obyek diatas. Karena sebelumnya waktu pemeriksaan terbatas. Apalagi nilai materil yang begitu banyak maka pemeriksa tidak dapat melaksanakan seluruhnya.