REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan total nilai impor Indonesia selama April 2014 mencapai 16,26 miliar dolar AS, naik 11,93 persen dibanding impor Maret 2014 (month on month /MoM) sebesar 14,52 miliar dolar AS. "Tingginya impor didorong melonjaknya permintaan terhadap mesin dan peralatan mekanik. Peralatan elektronik seperti ponsel dan tablet menjadi pemicunya," kata Kepala BPS Suryaman, di Gedung BPS, Jakarta, Senin (2/6).
Menurut Suryamin, impor periode April 2014 terdiri atas impor non migas 12,56 miliar dolar AS, dan impor migas senilai 3,69 miliar dolar AS. Selama April 2014 impor mesin dan peralatan mekanik terbesar mencapa 2,35 miliar dolar AS, naik 17,89 persen diibandiing Maret 2014 yang mencapai 1,99 miliar dolar AS. Selanjutnya impor msin dan peralatan listrik naik 17,8 persen dari 1,39 miliar dolar AS menjadi 1,644 miliar dolar.
Adapun impor perlatan mesin dan mekanik terutama didatangkan dari Jepang, Korea Selatan dan Singapura. "Kami menduga tingginya permintaan ponsel dan tablet, terkait dengan rencana pemerintah menaikkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) komoditas itu," tegas Suryamin.
Selain itu impor selama April 2014 juga terkait dengan maraknya pasokan barang dari luar negeri menjelang puasa dan lebaran 2014. "Jangan salah, produk impor untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa bahan makanan jelang puasa dan Lebaran juga tinggi, terutama seperti mentega, gula, keju, susu dan termasuk daging sapi," ujar Suryamin.
Meski demikian secara kumulatif nilai impor Januari-April 2014 berhasil ditekan menjadi 59,49 miliar dolar AS, atau turun 4,23 persen dibanding periode sama 2013 sebesar 62,11 miliar dolar AS. Sebesar 44,79 miliar dolar AS diantaranta merupakan impor nonmigas.
Pangsa impor nonmigas terbesar selama Januari-April 2014 berasal dari China senilai 10,01 milair dolar AS (22,35 persen dari total impor nonmigas), disusul impor dari Jepang sebesar 5,86 miliar (13,05 persen), dan Singapura 3,43 miliar (7,66 persen).
Sedangkan berdasarkan penggunaan barang, impor terbesar adalah bahan baku penolong yang mencapai 76,48 persen, disusul barang modal 16,63 persen, dan barang konsumsi 6,89 persen.
"Terindikasi tingginya impor barang modal tentunya diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi industri manufaktur dalam negeri," ujarnya.