REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan mengkaji batasan rasio kecukupan modal (CAR) perbankan untuk aturan Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Deposit Ratio (LDR). Saat ini, batasan LDR adalah 78-92 persen. Bank boleh memiliki LDR di atas 92 persen jika CAR di atas 14 persen.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, BI akan mengkaji hal tersebut dan mendiskusikannya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Kita akan bawa secara makro apakah CAR, terutama untuk profil risikonya meminta untuk lebih tinggi," ujar Halim.
Halim mengatakan, BI mengkaji pembagian komposisi kredit yang harus disalurkan perbankan antara sektor dalam negeri dan luar negeri. Halim mengatakan, bank harus mengerem ekspansi kredit.
Selama tiga bulan pertama ini, bank umum masih mencatat pertumbuhan kredit 19,63 persen, sementara DPK tumbuh 11,56 persen. Dengan pertumbuhan kredit yang jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan simpanan, likuiditas perbankan pun mengetat. LDR bank umum meningkat menjadi 91,17 persen dari tahun lalu yang sebesar 84,93 persen.
Halim mengatakan, terdapat tiga cara yang bisa dilakukan oleh bank untuk mengontrol aliran likuiditas bank. Di antaranya adalah pengurangan ekspansi bisnis, menambah modal atau berhutang. Dia mengingatkan bank besar untuk menjaga kondisi likuiditasnya dan meminta bank besar untuk menahan diri dalam berekspansi.
Kendati demikian, beberapa bank tidak merevisi target pertumbuhan kreditnya. Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) DKI Eko Budiwiyono mengatakan, pertumbuhan ekonomi DKI masih tinggi. Ia optimistis pertumbuhan kredit tahun ini sebesar 27 persen. Padahal BI menargetkan pertumbuhan kredit berada di kisaran 15-17 persen. Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) Gatot M Suwondo juga mengatakan bank tidak melakukan revisi Rencana Bisnis Bank (RBB). "Kredit tidak ada revisi karena kami memang sudah slow down (melambat)," ujar Gatot.
Gatot mengatakan bank masih tetap mempertahankan target pertumbuhan 15-17 persen sesuai arahan BI dan OJK. Sementara untuk Dana Pihak Ketiga (DPK), BNI juga tidak merevisi kendati BI merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Karena kredit slow down, otomatis DPK juga slow down," ujarnya.