REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia telah melanda sejumlah negara emerging markets, seperti RRT, Brasil, India, Turki, dan Afrika Selatan sejak pertengahan 2013 hingga triwulan I tahun 2014. Namun Indonesia bisa selamat dari dampak perlambatan ekonomi itu.
Hal tersebut dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan PDB pada triwulan I-2014 dan trend yang membaik dari neraca perdagangan Indonesia.
Staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan, Firmanzah mengatakan data dari BPS memperlihatkan fundamental ekonomi terus membaik walau masih dibayang-bayangi oleh tekanan perlambatan global, terutama dari negara-negara mitra strategis seperti Tiongkok dan Jepang.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 1-2014 dapat dipahami sebagai akumulasi tekanan yang dihadapi, baik yang bersumber dari eksternal maupun internal," katanya, Senin (12/5).
Ia menyebutkan, tekanan dari sisi ekstenal adalah harga komoditas global yang terus menurun akibat cuaca ekstrim dan perlambatan permintaan global; tertekannya permintaan global khususnya bersumber dari negara-negara yang selama ini dengan permintaan terbesar seperti Tiongkok, Amerika, Jepang dan Eropa; permintaan pada lapis kedua di negara-negara berkembang juga terkendala perlambatan ekonomi yang sedang dihadapi.
Sedang dari sisi internal, menurut Firmanzah, ancaman defisit transaski berjalan mendorong Pemerintah untuk melakukan pengendalian importasi dan pelarangan ekspor mineral mentah.
Pada pekan lalu, BPS mengumumkan data pertumbuhan PDB Indonesia periode triwulan I-2014 sebesar 5,21 persen (yoy). Menurut BPS, seluruh sektor mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 0,38 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sektor dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 10,23 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan triwulan I-2014 didukung oleh konsumsi rumah tangga sebesar 5,61 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 5,13 persen, dankonsumsi pemerintah sebesar 3,58 persen. Sedangkan ekspor dan impor masing-masing mengalami kontraksi sebesar 0,78 persen dan 0,66 persen.