REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerapkan sistem pengawasan untuk bank syariah yang setara dengan perbankan konvensional. Standar tingkat kesehatan berupa peringkat komposit (PK) secara penuh akan berlaku untuk bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS).
"Aturan belum akan berlaku untuk BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah)," ujar Kepala Departemen Perbankan Syariah Edy Setiadi, Rabu (19/3).
Saat ini, otoritas melakukan pengawasan dengan penilaian PK, tetapi hasil penilaiannya masih bersifat semi rating (peringkat) karena hanya membandingkannya dengan perbankan syariah lainnya. Ke depannya bank syariah juga dapat dibandingkan dengan bank konvensional.
Sejumlah indikator penilaian dalam pemeringkatan yakni aset, tingkat efisiensi, rasio kecukupan modal, rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF), dan lainnya. Indikator penilaian ini didasarkan dari laporan keuangan per 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun di 2013. Disamping itu, lembaga supervisi ini juga mendasarkan penilaian pada rancangan bisnis bank (RBB).
Pelaku industri juga dapat menyampaikan hasil kajian internal (self assessment) kepada regulator. "Kalau dulu tidak ada kewajiban kepada bank syariah untuk menyampaikan self assessment terkait tingkat kesehatannya, sekarang ada kewajibannya bank syariah untuk menyampaikannya kepada regulator," ujarnya.
Hasil penilaian komponen itu akan menempatkan bank-bank pada rentang predikat tingkat kesehatan yakni PK-1 (sangat sehat), PK-2 (sehat), PK-3 (cukup sehat), PK-4 (kurang sehat) dan PK-5 (tidak sehat). Hasil pemeringkatan akan dipublikasikan pada April.
Pengawasan seperti ini diharapkan dapat memperbaiki tata kelola perusahaan (good corporate governance) dan mendorong pertumbuhan keuangan syariah di tanah air. Edy mengatakan, perbankan syariah dapat lebih kompetitif dalam menghimpun simpanan masyarakat sebab tingkat kepercayaan meningkat seiring dengan kesetaraan tingkat kesehatan.