Senin 24 Feb 2014 18:40 WIB

Pungutan OJK Berpotensi Hambat Industri Jasa Keuangan

Rep: Nur Hasan Murtiaji/ Red: Nidia Zuraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2014 Tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai telah mengubah fungsi utama OJK sebagai lembaga yang mengawasi sektor jasa keuangan menjadi institusi atau badan pemungut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dalam UU No 21 Tahun 2011, OJK dibentuk dengan tujuan untuk melakukan pengaturan dan pengawasan serta memberikan perlindungan bagi nasabah jasa keuangan di Indonesia.

Seharusnya, kata Arif Budimanta, anggota Komisi XI DPR, OJK dapat membuktikan kinerjanya dulu mengingat sejak dua tahun ini belum ada yang menggembirakan dari kinerja OJK. "Terkait substansi, PP tersebut  berpotensi  tidak membuat OJK mandiri dan independen," kata Arif dalam rilis yang diterima Republika, Senin (24/2).

Pengenaan dan kewajiban pungutan, ungkap politikus PDIP, ini yang dibuat dengan klasifisikasi tertentu pada akhirnya akan menjadi beban bagi industri dengan meningkatnya biaya operasional. "Yang selanjutnya akan dibebankan kepada konsumen," kata Arif.

PP ini berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi terhadap sektor jasa keuangan dan akan memandekkan pertumbuhan jasa keuangan. UU OJK sudah mengamanatkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan untuk mewujudakn sistem keuangan yang tumbuh secara keberlanjutan dan stabil.

Arif mengaku sudah membaca detail PP ini, dan jika diberlakukan, akan menimbulkan potensi suap, menjadi beban nasabah dan berpotensi mematikan industri keuangan kecil. Dia mencontohkan lembaga keuangan mikro harus membayar perizinan sebesar 50 juta, sementara perputaran uang di lembaga keuangan mikro tersebut hanya Rp 100 juta per tahun ditambah lagi harus membayar paling sedikit Rp 10 juta untuk biaya pengawasan dan pemeriksaan, seperti dalam lampiran 3 PP NO 11 Tahun 2014.

Menurut Arif, pembiayaan OJK ini sebenarnya dapat dilakukan dari berbagai sumber, seperti APBN, LPS, dan BI seperti yang pernah diterapkan oleh FSA Inggris. Sehingga kredibilitas dan reputasi OJK dapat dipertahankan dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement