REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprediksi akan terus membaik. Defisit NPI akan mencapai kurang dari 3 persen asalkan nilai tukar rupiah tidak terlalu menguat.
"Target defisit NPI rasanya masih bisa dicapai, asal kita tidak membiarkan kurs rupiah terlalu kuat jika nanti timbul sentimen positif pemilu April dan euforia Presiden baru sesuai ekspektasi pada Juli nanti," ujar Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony A Prasetiantono, Ahad (16/2). Menurut Tony, data NPI secara umum membaik, kecuali soal minyak.
NPI triwulan IV-2013 kembali tercatat surplus sebesar 4,4 miliar dolar AS, setelah selama tiga triwulan terakhir mengalami defisit. Perbaikan NPI triwulan IV-2013 ditopang defisit transaksi berjalan yang menurun cukup tajam menjadi 4 miliar dolar AS atau 1,98 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Surplus NPI juga ditopang oleh peningkatan surplus transaksi modal dan finansial yang mencapai 9,2 miliar dolar AS, lebih besar dari surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 5,6 miliar dolar AS.
Penurunan defisit transaksi berjalan terutama didukung oleh naiknya surplus neraca perdagangan barang, yang bersumber dari bertambahnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan menyempitnya defisit neraca perdagangan migas. Surplus neraca perdagangan nonmigas meningkat karena ekspor nonmigas kembali tumbuh positif sebesar 3,8 persen yoy. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas mencatat kontraksi 6,6 persen yoy sejalan dengan moderasi permintaan domestik.
Di sisi neraca perdagangan migas, berkurangnya defisit dipengaruhi turunnya impor migas di saat ekspor migas masih tumbuh positif. Dengan perkembangan triwulan IV-2013 tersebut maka NPI keseluruhan tahun 2013 tercatat defisit 7,3 miliar dolar AS setelah sebelumnya surplus 0,2 miliar dolar AS pada 2012.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, defisit NPI 2013 dipengaruhi melebarnya defisit transaksi berjalan menjadi 28,5 miliar dolar AS atau 3,26 persen dari PDB, lebih besar daripada defisit pada 2013 sebesar 24,4 miliar dolar AS atau 2,78 persen dari PDB.
Hal tersebut dipengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan turunnya harga komoditas global, yang kemudian berdampak pada penurunan ekspor Indonesia yang banyak berbasis sumber daya alam. Defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi belum kuatnya kapasitas produksi domestik dalam memenuhi kebutuhan bahan baku dan barang modal serta kebijakan energi nasional yang belum optimal, yang pada gilirannya mendorong masih besarnya impor, meskipun telah mencatat pertumbuhan negatif di 2013.
Selain itu, neraca jasa dan neraca pendapatan yang masih mencatat defisit juga berpengaruh pada defisit transaksi berjalan. Pada sisi lain, defisit NPI 2013 juga berasal dari berkurangnya surplus transaksi modal dan finansial dari sebelumnya 24,9 miliar dolar AS pada 2012 menjadi 22,7 miliar dolar AS pada tahun 2013. Penurunan transaksi modal finansial terutama terjadi pada triwulan II dan triwulan III 2013 selain dipengaruhi turunnya modal masuk ke Indonesia yang dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global terkait rencana pengurangan stimulus moneter AS (tapering off) juga dipengaruhi persepsi negatif investor asing terhadap inflasi yang sempat meningkat dan defisit transaksi berjalan yang melebar.
Agus mengatakan, NPI pada 2014 akan lebih baik dan ditopang oleh cadangan devisa yang meningkat. Prospek perbaikan NPI 2014 dipengaruhi perkiraan menurunnya defisit transaksi berjalan, didorong prospek perekonomian global yang menguat di tengah perekonomian domestik yang diperkirakan masih melakukan konsolidasi. Perbaikan perekonomian global yang akan diikuti membaiknya harga komoditas ekspor Indonesia diperkirakan dapat mendukung peningkatan ekspor nonmigas.
Sementara itu, impor nonmigas diprakirakan lebih terkendali seiring penyesuaian permintaan konsumsi domestik. Prospek NPI 2014 yang membaik juga didorong perkiraan meningkatnya surplus transaksi modal finansial sejalan sentimen positif investor asing terhadap prospek penanaman modal di Indonesia.