REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan EE Mangindaan telah menandatangani Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Besaran Biaya Tambahan Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Beleid tersebut ditantangani pada 10 Februari 2014 dan baru akan berlaku 14 hari setelah diundangkan atau 24 Februari 2014.
Masa 10 hari sejak penandatanganan Permenhub Nomor 2/2014, akan digunakan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk melakukan sosialisasi. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti mengatakan, biaya tambahan ini didasari oleh usulan sebagian besar maskapai.
Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga avtur dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Rapat diadakan dengan para airline dan juga dengan pemangku kepentingan lain seperti YLKI. Maka, disepakati, diberikan tuslah atau surcharge," ujar Herry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/2).
Berdasarkan Permenhub 2/2014, kenaikan tarif dibagi menjadi dua kategori pesawat yaitu pesawat jet (tambahan biaya Rp 60 ribu) dan pesawat propeller (tambahan biaya Rp 50 ribu). Jarak untuk pesawat jet sampai dengan 664 km. Sedangkan untuk pesawat propeller sampai dengan 348 km.
Menurut Herry, formulasi ini dihitung berdasarkan kecepatan pesawat rata-rata untuk tiap kategori pesawat. "Dilihat jaraknya saja. Dari situ, kita hitung surcharge. Kalau belum ada rute, dihitung dengan formula seperti itu," kata Herry. Herry menyebut, besaran ini belum termasuk pajak pertambahan nilai (PPn).
"Karena seperti biasa, tarif itu, tarif batas atas kan belum termasuk PPn. Ini juga sama," ujar Herry. Lebih lanjut, Herry mengatakan besaran biaya tambahan harus dimasukkan ke dalam tiket yang direservasi oleh penumpang. Oleh karena itu, tiket-tiket yang dibeli sebelum peraturan ini berlaku, tidak diperkenankan.
"Kasarnya, orang sudah beli tiket dan melakukan transaksi. Airline tidak boleh menambah tuslah. Supaya, jangan di lapangan nanti ada perbedaan-perbedaan, tapi saya minta dalam sosialisasi kepada airline, yang sudah dibeli tidak boleh dikenakan. Ini hanya untuk yang beli baru," Herry memaparkan.
Ke depan, Herry memastikan, institusinya akan melakukan pengawasan sebagaimana tarif batas atas lainnya, baik itu peak season maupun tidak. Kemenhub pun siap menerima komplain dari masyarakat. "Kita tetap ada pengawasan. Tapi, setelah kita temukan ada teguran-teguran sampai tiga kali dengan selang 1 minggu, kita beri sanksi administratif," kata Herry.
Sanksi-sanksi tersebut berupa pengurangan frekuensi, pembekuan rute penerbangan hingga penundaan pemberian izin rute baru.