Ahad 12 Jan 2014 20:01 WIB

Implementasi UU Minerba, Pemerintah Diminta Tegas

Tambang Newmont di Nusa Tenggara Barat  (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Tambang Newmont di Nusa Tenggara Barat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kajian Strategis Pertambangan dan Energi Indonesia atau Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) menuntut dua hal dalam pelaksanaan UU Minerba No 4 Tahun 2009.

Direktur Eksekutif IMES, Erwin Usman meminta pemerintah tegas terhadap pelarangan ekspor perusahaan pemegang kontrak karya. Jangan sampai ada pemberian kelonggaran ekspir mineral mentah untuk perusahaan seperti Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara.

Erwin beralasan operasi produksi perusahaan pemegang kontrak karya sudah puluhan tahun. "Sementara amanat UU, pemegang kontrak karya wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam lima tahun," ujarnya dalam siaran tertulis yang diterima Republika, Ahad (12/10).

Dalam lima tahun sejak diterbitkanya UU Minerba, tidak ada satupun pemegang kontrak karya yang selesai membangun smelter. "Pengawasan pemerintah terlalu lemah dan kompromistik," ujar Erwin. Apa yang dilakukan pemerintah hanya membuang waktu.

Sementara, lanjut Erwin, untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP/IUPK) diusulkan memberi toleransi ekspor mineral mentah dalam waktu tiga tahun."Sembari mereka menyelesaikan pembangunan smelter." Alasannya, ucap Erwin, pemegang IUP baru tumbuh pada periode 3-7 tahun terakhir. Hal ini juga untuk mendukung majunya usaha pertambangan nasional.

Erwin menegaskan jangan sampai yang terjadi justru kebalikannya. Pemerintah memberikan kelonggaran khusus pada perusahaan pemegang kontrak karya, dan melarang total ekspor bagi penambang nasional.

Sementara itu beberapa tokoh masyarakat lingkar pertambangan Batu Hijau PT Newmont Nusa Tenggara menolak pemberlakuan UU Minerba. Sekretaris Camat (Sekcam) Sekongkang Syarifuddin menjelaskan jika UU Minerba benar-benar diimplementasikan, warga di sekitar lingkar tambang yang akan terkena dampak.

"Jika dilarang ekspor, akan terjadi pengurangan produksi dan karyawan lokal akan turut berkurang," ungkapnya. Masyarakat di wilayah Sekongkan dulunya mayoritas petani sebelum menjadi karyawan Newmont. Saat ini Syarifudin mengklaim kesejahteraan mereka jauh lebih baik. "Kembali bertani tak semudah membalik telapak tangan."

Ketua Himpunan Pengusaha Lokal (HPL) Asraruddin Muchtar menceritakan, lahirnya pengusaha lokal dilingkar tambang karena kehadiran PT Newmont. Muchtar berdalih usaha mereka berawal dari nol dengan modal pinjaman bank. Jika operasional Newmont berhenti, pengusaha lokal akan kesulitan mengembalikan pinjaman. "Rumah dan tanah kami yang jadi jaminan."

Hamdan Muhammad dari Gerakan Masyarakat Peduli Tambang (Gempita) menyampaikan masyarakat Sumbawa sebenarnya tidak menolak UU Minerba. Asalkan, semua infrastruktur dan suprastruktur yang mendukung pelaksanaan UU tersebut sudah tersedia saat ini."Smelter belum ada. Kalau sudah ada dan Newmont tetap menolak pemerintah baru bisa tegas."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement