REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyepakati revisi daftar negatif investasi (DNI). Dalam revisi peraturan presiden nomor 36 tahun 2010 tersebut, pemerintah membuka kesempatan kepada investor asing untuk mengembangkan pembangkit dan melakukan distribusi listrik di Indonesia.
Dalam revisi yang sama, pemerintah juga membuka kesempatan bagi asing untuk memiliki sektor perhubungan, yaitu penyediaan fasilitas pelabuhan, jasa penunjang terminal, dan jasa kebandaraan. Untuk pelabuhan, asing maksimal boleh menguasai 49 persen saham dan 95 persen apabila dalam rangka KPS selama masa konsesi.
Sedangkan usaha penunjang terminal dan bandara hanya dibolehkan maksimal 49 persen. "Hal ini berkaitan dengan undang-undang perhubungan," ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar, kemarin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, penetapan kebijakan ini sudah mempertimbangkan kepentingan nasional. Pemerintah tidak sembarang membuka industri untuk asing agar industri kecil tidak kalah bersaing dengan asing. "Ini merupakan arahan presiden untuk kita mengutamakan kepentingan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing nasional," kata Hatta.
Hal senada dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Revisi DNI harus memperhitungkan kepentinggan nasional. Pengusaha Indonesia harus siap jadi pemegang saham mayoritas di sejumlah sektor agar tetap menjadi tuan rumah dan pemain utama di negeri sendiri.