REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyepakati revisi daftar negatif investasi (DNI). Dalam revisi peraturan presiden nomor 36 tahun 2010 tersebut, pemerintah membuka kesempatan kepada investor asing untuk mengembangkan pembangkit dan melakukan distribusi listrik di Indonesia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan, pengembangan pembangkit listrik ini sebelumnya sudah terbuka untuk asing, namun belum secara spesifik diatur. "Yang ada baru keterlibatan asing melalui business to business. Oleh karena itu dalam DNI ini asing diberikan kepastian hukum yang lebih baik," kata Mahendra usai mengikuti rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kemarin.
Dalam revisi DNI, pemerintah mengizinkan asing menguasai maksimal 49 persen pengelolaan pembangkit listrik skala kecil (1-10 megawatt). Sedangkan untuk pembangkit listrik skala besar, asing diizinkan memiliki 95 persen saham atau 100 persen saham bila dalam rangka kerja sama pemerintah swasta (KPS) selama masa konsesi.
Pemerintah juga memberikan kesempatan kepada asing untuk menguasai saham dalam transmisi tenaga listrik dan distribusinya. Asing boleh memiliki 95 persen saham atau 100 persen apabila dalam rangka KPS selama masa konsesi.
Dibukanya pengelolaan asing pada ketenagalistrikan mengingat terus meningkatnya kebutuhan listrik di Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Banyaknya investor yang tertarik menandakan kelaikan dan daya tarik sektor ini cukup memadai.
Mahendra menegaskan, aturan ini tidak akan membuat persaingan distribusi antarperusahaan, termasuk harga dan lokasi pembangunan pembangkit listriknya. Dalam DNI yang diatur tegas adalah fokus pada pemilikan sahamnya. "Aspek seperti dijual di mana dan berapa harganya, itu adalah domain regulator di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," kata Mahendra.