REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Citi Research memprediksikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan naik lagi pada awal 2015. Pemerintah dianggap tidak akan fokus mengatasi masalah defisit transaksi berjalan pada tahun depan karena adanya Pemilu.
Ekonom dan analis pasar dari Citi Research untuk Asia Pasifik, Helmi Arman, mengatakan defisit perdagangan minyak menjadi masalah di Indonesia. Volume impor minyak belum menurun padahal harga BBM telah dinaikan pada Juni lalu.
Menurutnya, penyebab dari hal tersebut diantaranya adalah permintaan yang tinggi karena upah minimum telah dinaikan. Hal kedua adalah ketergantungan masyarakat Indonesia pada kendaraan pribadi.Sedangkan hal ketiga adalah produksi minyak domestik yang menurun.
"Permintaan BBM tidak elastis terhadap harga. Selain itu transportasi publik juga harus diperbaiki di kota-kota besar di Indonesia," ujar Helmi. Rasio kendaraan pribadi terhadap bis meningkat signifikan. Pada 2008, perbandingannya 27:1. sedangkan pada 2012, perbandinggannya 38:1.
Walaupun harga BBM telah dinaikan sebesar 44 persen pada 2013, pencabutan subsidi BBM masih akan menjadi topik hangat pada 2014. Peluang penghematan dari kenaikan harga BBM pada Juni lalu digerus oleh depresiasi rupiah. Defisit perdagangan minyak masih menjadi masalah dan kemungkinan akan terus melebar.
Helmi mengatakan, kendati pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menekan konsumsi BBM, pemerintah tidak akan fokus pada 2014 karena adanya Pemilu. "Kenaikan harga BBM sepertinya akan dilakukan kembali setelah pemerintahan baru terpilih. Mungkin awal 2015," ujar dia.