REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) membatasi kepemilikan asing dalam industri Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Surat edaran BI (SEBI) tentang LPIP menyatakan kepemilikan asing dalam industri tersebut hanya 20 persen.
"Ini untuk menjaga dominasi salah satu pihak dan kepentingan nasional terhadap penguasaan data. Bisnis ini banyak unsur kerahasiaannya, kasihan kalau banyak dikuasai asing," ujar Kepala Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI Wiwiek Sisto Widayat di Gedung BI, Selasa (10/12).
Dalam SE yang diterbitkan Kamis (5/12), BI mengatur kepemilikan investor lokal maksimal 51 persen. Pemegang saham LPIP harus berbentuk badan hukum Indonesia (BHI). Jika BHI ini dimiliki oleh asing, maka badan hukum asing tersebut harus bermitra dengan BHI dan memiliki pengalaman dalam industri pengelolaan informasi perkreditan.
BI telah mengeluarkan surat edaran (SE) tentang LPIP. Yaitu, sebagai petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 15/2013 tentang LPIP yang telah terbit pada 18 Februari 2013. LPIP harus memiliki mekanisme perlindungan konsumen terkait penggunaan data perkreditan. LPIP juga wajib menjaga kerahasiaan, keamanan dan kualitas data yang dikelola.
Wiwiek menambahkan, BI memiliki fungsi pengawasan untuk mengawasi operasional LPIP. LPIP wajib melaporkan seluruh data kepada BI. Jika ada yang melanggar dengan membocorkan data kepada pihak yang tidak berhak, maka akan ada sanksi. "Sanksinya Rp 50 juta per akses ke satu debitur yang tidak memiliki underlying," kata Wiwiek.
Lembaga ini didesain untuk memberikan informasi mengenai perkreditan nasabah. Lembaga ini memiliki akses informasi yang diperlukan lembaga keuangan terkait kesehatan kredit seorang calon debitur. Data ini akan menjadi gambaran bagi lembaga keuangan baik bank maupun nonbank untuk memberikan kredit kepada debitur.
Sistem ini sangat berguna bagi lembaga keuangan seperti perbankan dalam melancarkan intermediasi mereka. Kehadiran LPIP diharapkan dapat meminimalisasi asimetris informasi, meningkatkan efisiensi penyaluran kredit, memperluas akses pembiayaan yang inklusif secara mudah, dan menciptakan budaya kredit yang baik melalui peningkatan kedisiplinan masyarakat dalam pengelolaan kredit.
Wiwiek mengatakan, sudah ada beberapa calon investor yang berminat mendirikan LPIP, baik lokal mau pun asing. "Tapi karena belum ada petunjuk pelaksanaannya, belum ada yang berani mengajukan izin mendirikan LPIP," ujar dia.