REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk (BTPN) fokus menggarap segmen mass market. Yaitu, pensiunan, pra-sejahtera produktif, dan usaha mikro kecil (UMK). Ketiga segmen ini, dibidik BTPN karena dianggap pasar potensial dan menjanjikan.
Menurut Regional Business Leader-Regional 2 BTPN Sinaya, Dwi Handoko Putro, melalui program Daya, pihaknya melakukan pemberdayaan segmen mass market yang terukur dan berkelanjutan.
Segmen ini, digarap unit bisnis Purna Bakti (pensiunan), Syariah (pra-sejahtera produktif) dan Mitra Usaha Rakyat (usaha mikro kecil).
"Melalui program daya, kami fokus melayani segmen mass market tersebut," ujar Dwi kepada wartawan, Rabu (6/11).
Dwi mengatakan, segmen mass market memiliki potensi yang menjanjikan. Salah satunya, sektor usaha mikro dan kecil.
Jumlah pelaku di sektor ini mencapai 44 juta orang namun hanya 44 persen yang sudah bisa mengakses perbankan.
Sektor lainnya yang potensial adalah segmen pra sejahtera produktif yang diperkirakan berjumalah 50 juta orang.
Kelompok ini, membutuhkan permodalan yang lebih kecil dari usaha mikro dan kecil dengan kisaran hanya Rp1 juta per orang.
Dikatakan Dwi, dengan fokus menggarap segment mass market ini, pihaknya berhasil menyalurkan kredit perseroan hingga September 2013 mencapai Rp45,3 triliun.
Angka ini, tumbuh 22 persen dari pencapaian periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 37,08 triliun. Penyaluran kredit untuk segmen pensiun, hingga September 2013 mencapai Rp 30,9 triliun.
Angka ini tumbuh 14 persen dari pencapaian periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 27,1 triliun.
Hal yang sama, ia mengatakan, terjadi juga pada penyaluran pinjaman usaha mikro dan kecil yang tumbuh sebesar 18 persen dari Rp8,5 triliun menjadi Rp10 triliun. Sedangkan syariah, tumbuh 189 persen dari Rp350 miliar menjadi Rp1 triliun.
"Pertumbuhan ini tak terlepas dari strategi BTPN yang memadukan misi bisnis dan misi sosial melalui progam pelatihan berdana daya untuk para pelaku," katanya.
Dwi mengatakan, walaupun penyaluran kredit terus tumbuh, pihaknya tetap memegang prinsip kehati-hatian. Sehingga, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) net tetap terjaga rendah pada 0,37 persen. Angka ini, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 0,39 persen.
Selain memberikan akses keuangan, kata dia, BTPN juga membantu melalui pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas pelaku. Sehingga, pada akhirnya mendorong pertumbuhan usaha semua UKM.
Perlu diketahui, BTPN meraup laba bersih setelah pajak Rp1,8 triliun hingga akhir September 2013. Nilai itu naik 24 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,4 triliun.
Kinerja positif juga terlihat dari nilai Dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 15 persen dari Rp42,6 triliun menjadi Rp49,03 triliun.
Kemudian, catatan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23 persen atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,6 persen. Nilai aset BTPN juga naik 17 persen dari Rp56,5 triliun menjadi Rp66,2 triliun.