Jumat 01 Nov 2013 15:40 WIB

Defisit Perdagangan September Mencapai 657,2 Juta Dolar AS

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan sebesar 657,2 juta dolar AS. Sebaliknya, volume perdagangan mengalami surplus sebesar 46,67 juta ton. Defisit neraca perdagangan Januari-September mencapai 6,25 miliar dolar AS. Sedangkan hingga Agustus, defisit perdagangan sebesar 5,5 miliar dolar AS.

Kepala BPS Suryamin mengungkapkan defisit disebabkan oleh komoditi minyak dan gas (migas) sebesar 1,15 miliar dolar AS. Defisitnya perdagangan migas sejalan dengan volumenya, yaitu defisit 0,35 juta ton. "Sebaliknya nonmigas mengalami surplus sebsar 0,49 miliar dolar AS dan volumenya 47,02 juta ton," ungkap Suryamin, Jumat (1/11).

Nilai ekspor Indonesia hingga September 2013 mencapai 14,81 miliar dolar. Nilai ini naik 13,19 persen bila dibandingkan dengan ekspor Agustus 2013, namun turun 6,85 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor terbesar berasal dari sektor nonmigas, yaitu 82,9 persen dari total ekspor. Ekspor terbesar adalah bahan mineral dan lemak dan minyak hewan/nabati, termasuk crude palm oil dan turunannya seperti minyak sawit.

Cina, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) masih menjadi tiga besar negara tujuan ekspor Indonesia. Pangsa pasar ketiganya mencaoai 34,61 persen. Sedangkan ekspor Indonesia ke negara Asean hanya 10,61 persen dari total ekspor.

Pemerintah tampaknya belum berhasil menekan impor di sepanjang September. Tercatat impor September meningkat 18,86 persen bila dibandingkan Agustus 2013 dan tumbuh 0,77 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 15,47 miliar dolar AS. Impor terbesar berasal dari nonmigas, yaitu 76,2 persen dari total ekspor. "Yang menarik, impor migas turun, baik dari sisi nilai maupun volume," kata Suryamin.

Impor migas turun 0,06 persen dibandingkan Agustus 2013.Indonesia masih mengimpor bahan baku dan barang konsumsi dari Cina, Jepang, dan Thailand. Jika digabungkan, pangsa pasar ketiga negara ini mencapai 42,05 persen. Impor Indonesia dari negara Asean hanya 21,68 persen. Sisanya dari Uni Eropa.

Sebagian besar barang yang diimpor merupakan bahan baku, kata Suryamin, nilainya mencapai 74,9 persen dari total impor. Impor barang modal turun bila dibandingkan sembilan bulan pertama tahun sebelumnya. "Hal ini akan berdampak pada investasi," ujarnya.

Sedangkan barang konsumsi juga mengalami penurunan dari 9,98 miliar dolar AS menjadi 9,79 miliar dolar. Suryamin menilai hal ini baik bagi negara. "Artinya barang konsumsi sudah bisa diproduksi oleh industri dalam negeri," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement