Ahad 27 Oct 2013 15:52 WIB

Digugat Pemegang Saham Publik, Sumalindo Terancam Bayar Rp 18,7 Triliun

Pengadilan (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supri
Pengadilan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sengketa antara pemegang saham publik (minoritas) dengan pemegang saham mayoritas PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) yang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan diputuskan pada Kamis (7/11) mendatang.

Kamis (24/10) lalu, kedua pihak yang bersengketa, baik penggugat maupun tergugat telah sampai pada tahap akhir kesimpulan yang diserahkan oleh pengacara para pihak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Pemegang saham publik menggugat PT SULI sebesar Rp 18,7 triliun. Kedua belah pihak merasa yakin akan memenangkan kasus yang disengketakan.

Kuasa hukum penggugat,  Danggur Konradus sangat optimistis  gugatan yang dilayangkan pemegang saham publik kepada pemegang saham mayoritas PT SULI bakal dikabulkan majelis hakim.

"Kami menganggap bukti, saksi dan fakta-fakta selama persidangan, dari awal sampai akhir, sangat mendukung dan meyakinkan terhadap semua gugatan kita. Kita menggugat direksi dan pemegang saham mayoritas karena mereka kami anggap telah melakukan tindakan “corporate crime” yang merugikan kami, pemegang saham publik dan tidak ada itikad baik dari pihak mereka untuk menyelesaikan ini," ungkap Danggur kepada wartawan.

Danggur menambahkan, dugaan corporate crime terlihat dari beberapa bukti yang telah diungkap di pengadilan, seperti penjualan anak perusahaan PT SULI yaitu PT Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) yang diduga melabrak prosedur dengan harga yang tidak wajar dan sangat murah sehingga berakibat pada kerugian PT SULI. 

Selain itu, kata Danggur,  dugaan praktik illegal logging yang sangat masif dan sistematis di area PT SULI yang tidak tercatat dalam laporan keuangan juga menjadi bukti sangat penting terjadinya corporate crime.

Selain illegal logging, papar Danggur, penambangan batubara secara besar-besaran di area PT SHJ, perusahaan patungan antara SULI dan Inhutani  yang berlangsung sejak awal tahun 2006,  juga menjadi fakta yang sangat fatal.  Menurut dia, semua aktivitas penambangan dan keuntungannya tidak pernah dilaporkan dalam perusahaan.

Danggur menegaskan, Dugaan coorporate crime tersebut sangat mungkin terjadi karena adanya konspirasi. 

"Konspirasi tersebut dapat dilakukan karena para pemegang saham di seputar PT SULI adalah mereka yang semuanya memiliki hubungan kekeluargaan yang berpotensi terjadinya conflict of interest," papar Danggur.

Danggur mencontohkan, PT SGS yang tidak mau buku Sumalindo diperiksa dengan berbagai alasan. "Apa ruginya perusahaan diaudit oleh team Independen yang diminta oleh pemegang saham Publik? Kenapa putusan Penetapan pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus dikasasi ke MA?” tegasnya.

Kuasa hukum penggugat,  Wahyu Hargono, menambahkan, selain. bukti, saksi-saksi, baik yang diajukan penggugat maupun tergugat justru memberikan keterangan yang semakin memperkuat gugatan kliennya.

Menurut dia, sangat masuk akal jika kliennya menggugat ganti rugi, baik materil maupun immateriil, senilai Rp 18,7 triliun dan penggugat meminta kepada Majelis Hakim agar nilai gugatan ganti rugi tersebut dikembalikan untuk kepentingan PT SULI. 

Sementara itu, pihak tergugat juga merasa optimistis gugatan yang dilayangkan pemegang saham publik akan ditolak majelis hakim PN Jakarta Selatan.

Kuasa hukum PT SULI,  Romulo Silaen, menyatakan semua  gugatan yang dilayangkan pihak penggugat  tidak berdasar.

"Karena tidak ada kerugian sama sekali dan tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT SULI," cetusnya. 

Romulo menegaskan PT SULI  tidak pernah memberikan pinjaman secara langsung kepada SHJ sejak 2006, namun secara bertahap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement