REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu, mengusulkan agar anggaran Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai 2014. Kala itu, Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan apabila anggaran lembaga yang dahulu bernama BP Migas itu masuk ke dalam APBN, maka SKK Migas akan lebih kredibel dan lebih dapat diawasi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, Selasa (1/10), mengatakan sampai saat ini, belum ada keputusan terkait rencana dimasukkannya anggaran SKK Migas ke dalam APBN. "Tampaknya belum diputuskan mengenai itu. Jadi, sementara masih dalam kondisi existing," ujar Askolani.
Sebagai gambaran, selama ini anggaran SKK Migas langsung diambil dari penerimaan negara dari sektor minyak dan gas. Untuk 2013, pagu anggaran SKK Migas tercatat Rp 1,8 triliun. Askolani menjelaskan, sesuai dengan ketentuan yang ada, anggaran untuk SKK Migas diambil dari penerimaan migas bruto.
Pengurangan penerimaan migas tidak hanya untuk anggaran SKK Migas, melainkan juga kewajiban-kewajiban pajak yang harus dikembalikan ke kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), kewajiban pajak daerah dan fee untuk PT Pertamina (Persero). Setelah dikurangi komponen-komponen tersebut didapat penerimaan migas netto untuk kemudian dipindahkan ke kas negara.
Apabila anggaran untuk SKK Migas dimasukkan ke dalam pos belanja, Askolani menyebut perlu adanya bagian anggaran khusus yang disiapkan. "Tapi, kemarin di diskusi panitia kerja Badan Anggaran DPR, belum ada keputusan. Jadi, masih didiskusikan," katanya seraya mengatakan pemindahan anggaran SKK harus dipikirkan secara matang-matang.
"2014 itu masih untuk sementara (tetap dari penerimaan migas). Tapi, diskusi ini masih terus berjalan," tambah Askolani.
Sebagai gambaran, dalam APBN-P 2013, pendapatan sumber daya alam migas ditargetkan Rp 180,6 triliun atau lebih rendah 12,2 persen dibandingkan realisasi 2012. Hal tersebut tak lepas dari turunnya asumsi ICP dan lifting minyak.
ICP dan lifting minyak 2012 masing-masing dipatok 112,7 dolar AS per barel dan 860 ribu barel per hari. Sedangkan ICP dan lifting minyak 2013 masing-masing 108 dolar AS per barel dan 840 ribu barel per hari. Sampai 30 Agustus 2013, realisasi penerimaan migas tercatat Rp 91,4 triliun atau 50,6 persen dari target.