REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepastian hukum, pembebasan lahan dan koordinasi pemerintah pusat dan daerah adalah tiga aspek utama yang menjadi alasan di balik keengganan pihak swasta berinvestasi di sektor infrastruktur. Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi kepada ROL, Senin (16/9). "Semua itu yang menurut saya membuat swasta enggan masuk," ujarnya.
Menurut Sofjan, investasi di sektor infrastruktur membutuhkan modal yang besar. Selain itu, pengembalian dari modal membutuhkan waktu yang lama, berkisar antara 10 hingga 15 tahun. Apabila terjadi ketidakpastian dalam hukum, sudah barang tentu akan merepotkan pihak swasta.
Salah satu proyek infrastruktur yang disinggung Sofjan adalah proyek energi berbasis panas bumi (geothermal). "Kalau peraturannya berubah, itu kan susah," kata Sofjan.
Kemudian dari sisi pembebasan lahan, Sofjan menyoroti betapa sulitnya pembebasan lahan di sejumlah proyek infrastruktur. Ini terlihat dari beberapa proyek seperti Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah, yang hingga kini masih terkendala oleh pembebasan lahan. "Di sana, pemerintah sendiri saja tidak bisa membebaskan. Apalagi kita?," tanya Sofjan.
Berikutnya, koordinasi pemerintah pusat dan daerah yang hingga kini dinilai Sofjan masih minim. Pemerintah daerah, ujar Sofjan, kerap ingin melampaui kewenangan pemerintah pusat. "Ini yang merepotkan," ucapnya.