REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peralihan pelaksana tender minyak mentah bagian negara Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kepada PT Pertamina (Persero) menemui titik terang. Dirut Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengungkapkan, mekanisme mengenai perubahan tender menjadi penukaran (swap) minyak mentah, baru jelas benar setelah penandatanganan dilakukan pada pekan depan. ''Kesepakatan akan terjadi saat saya tanda tangan pekan depan,'' kata dia di Jakarta, Jumat (13/9).
Menurut Karen, dengan penugasan pemerintah beralih ke Pertamina ini akan menghemat devisa. Pasalnya tidak perlu menggunakan opsi impor. Lalu, kata dia, langkah itu juga akan mengurangi biaya, termasuk ongkos pengapalan karena barangnya sudah ada di dalam negeri.
Tentunya, ujar Karen, tidak semua minyak mentah bisa diolah di kilang Pertamina. ''Kalau swap dengan kontraktor production sharing tidak bisa dilakukan, kita harus minta National Oil Company (NOC) yang di luar,'' ujarnya
Karen menerangkan, penukaran minyak mentah akan dilakukan melalui Pertamina Trading Limited (Petral). Alasannya Petral sudah memiliki kontrak dengan NOC di luar negeri. Pekan depan nota kesepahaman dengan SKK Migas bisa ditandatangani. ''Awal pekan depan, kalau tidak Senin, ya Selasa, bisa ditandatangani,'' jelas dia.
Terkait mekanisme apakah swap sudah disetujui oleh SKK Migas, menurut Karen, apabila penugasan itu diberikan kepada Pertamina, SKK Migas tidak berhak turut campur kembali. Artinya, Pertamina memiliki kebebasan 100 persen mengelolanya.
Ketika ditanya apakah SKK Migas sudah sepakat, Karen menginformasikan, kesepakatan akan terjadi pekan depan saat dia menandatangani nota kesepahaman. ''Sekarang kan belum,'' jelas dia.
Lebih jelas mengenai volume minyak mentah yang cocok dengan kilang domestik dan yang akan ditukar, masih belum mendapatkan informasi dari Direktur Pengolahan Pertamina. Dari informasi itu akan terlihat yang paling optimal.