Senin 02 Sep 2013 15:02 WIB

Industri Konstruksi Akan Alami Stagnasi

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja konstruksi (ilustrasi)
Foto: constructionweekonline.com
Pekerja konstruksi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri kontruksi dan properti diprediksikan akan mengalami stagnansi menyusul pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan suku bunga acuan BI Rate. Pelemahan rupiah dan kenaikan bunga kredit akan berimbas pada laju usaha para pelaku jasa konstruksi.

Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Sudarto, mengatakan sektor konstruksi sebelumnya terkena dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Industri berusaha tidak menaikan harga dan mencoba melakukan efisiensi. "Tapi sekarang kena devaluasi rupiah. Terpaksa kita mengalami berbagai hal yang memberatkan," ujar Sudarto dalam Konferensi Pers Pernyataan Sikap AKI tentang Dampak Krisis bagi Industri Konstruksi, Senin (2/9).

Penguatan dolar AS membuat naiknya biaya-biaya material utama konstruksi, baik material impor maupun lokal. Kontribusi material impor terhadap industri konstruksi sangat situational. Pada proyek pembangkit, komponen impor bisa mencapai 60-70 persen. Proyek gedung sebesar 50 persen.

Material barang impor diantaranya adalah peralatan MEP, peralatan power plant peralatan material aspal. Sedangkan bahan industri lokal yang mengandung material bahan baku impor adalah baja plate, baja profile, besi baja, marmer, granit dan gypsum. "Mau tak mau terjadilah harga yang meningkat," ujar dia.

Selain pelemahan rupiah, industri konstruksi juga terkena imbas kenaikan suku bunga kredit karena BI Rate naik. "Kita sudah jatuh tertimpa tangga. Jangan sampai alasan ini membuat bank jadi menaikan bunga pinjaman," ungkapnya.

Menurutnya, dalam proyek di luar negeri, Indonesia selalu kalah tender dengan Cina karena Cina memiliki suku bunga rendah. "Kalau suku bunga naik, properti akan berhenti," kata Sudarto.

Ia mengatakan jika dampak dari kenaikan harga material tidak ditanggulangi dengan cara yang tepat oleh pihak pemberi kerja maupun kontraktor, pencapaian target pekerjaan pembangunan proyek-proyek akan mengalami kendala. Pada akhirnya hal tersebut akan berdampak pada perekonomian karena kurangnya penyerapan tenaga kerja. Sudarto mengatakan konstruksi berkontribusi sebesar 10 persen terhadap GDP. "Upahnya memadai bagi buruh. Sehari Rp 75-100 ribu," ujar dia.

Untuk mencegah stagnansi pada sektor konstruksi, AKI meminta agar bank tidak meningkatkan suku bunga pinjaman.  AKI juga meminta agar pemerintah mengatasi kebutuhan barang-barang impor yang besar dan melakukan optimasi agar terjadi win win solution antara pengguna dan penyedia jasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement