REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Darodjatun Sanusi mengatakan, Indonesia terancam menjadi target pasar industri farmasi negara asing. Ia menjelaskan, tingkat pertumbuhan Indonesia adalah yang paling tinggi di negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
“Sejak 1998 lalu, jumlah kelas menengah di Indonesia naik hampir 100 persen, dari 75 juta orang kini menjadi 140 juta orang,” kata Darodjatun di sela-sela diskusi yang membahas tentang strategi peningkatan daya saing industri kesehatan Indonesia di Jakarta, Rabu (28/8).
Kelas menengah Indonesia yang sebanyak 140 juta orang itu setara dengan akumulasi penduduk negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand, dan Filipina. Jadi, menurutnya, tidaklah mengejutkan jika Indonesia menjadi pasar menarik bagi negara-negara asing untuk menjadikan Indonesia sebagai pasar industri farmasi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dengan meningkat pesatnya kelas menengah Indonesia, para investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Di satu sisi, pertumbuhan pasar industri farmasi di Indonesia rata-rata naik 13 persen. Dia menambahkan dari tahun ke tahun kenaikan pertumbuhannya selalu konsisten. “Market share industri farmasi di Indonesia yaitu dokter sebanyak 58 persen dan pasar bebas sebanyak 42 persen,” ucapnya.
Darodjatun menuturkan, saat ini Indonesia memiliki sedikitnya 202 industri farmasi, dan ada 11 ribu jenis obat dan diantaranya ada 498-503 jenis obat yang merupakan program pemerintah. Sementara itu, tren market share perusahaan domestik trennya tidak banyak berubah tetapi terus menguat. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya memberi masukan proses registrasi industri farmasi di Indonesia supaya dipercepat. “Karena proses registrasi untuk industri farmasi di Indonesia sedikitnya membutuhkan waktu dua tahun,” ucapnya.