REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, depresiasi rupiah yang terjadi saat ini berpotensi mengganggu stabilitas nasional. Selain itu juga merongrong keseimbangan neraca perdagangan.
"Bisa dipastikan penguatan nilai tukar dolar AS akan mendongkrak harga bahan pangan di dalam negeri. Belasan komoditi kebutuhan pokok masih diimpor," kata Bambang di Jakarta, Ahad, (25/8).
Depresiasi rupiah saat ini, terang Bambang, menghadirkan dilema serius bagi pemerintah. Pemerintah harus memilih satu di antara dua opsi yg tersedia, yakni fokus menjaga keseimbangan neraca perdagangan, atau all out menjaga stabilitas.
Neraca perdagangan kini, ujar Bambang, mendapatkan tambahan faktor pengganggu. Kalau selama ini gelembung nilai impor BBM nyaris menjadi satu-satunya faktor perusak keseimbangan, pertumbuhan nilai impor bahan pangan kini mulai ikut merongrong neraca perdagangan.
Namun, kata Bambang, demi stabilitas nasional, ketersediaan dua kelompok komoditas strategis ini harus selalu terjaga alias tidak boleh kurang. Bahkan, persoalannya bukan sekadar stok yg mencukupi, tetapi jg menyangkut harga yang relatif terjangkau bagi rakyat.
Tahun 2012, ujar Bambang, nilai impor bahan pangan mencapai Rp 125 triliun. Lonjakannya relatif tinggi karena tahun 2011 impor pangan di kisaran Rp 90 triliun.
Komoditi pangan yang diimpor, terang Bambang, meliputi beras, jagung, kedelai, biji gandum, tepung terigu, gula pasir, daging sapi dan daging ayam, garam, singkong dan kentang. Tahun ini, nilai impor bahan pangan pasti melonjak lagi karena krisis daging sapi.
Dengan menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, harga bahan pangan impor pun otomatis naik. "Ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi rakyat kebanyakan yg berpenghasilan pas-pasan," kata Bambang.