REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) akan melayangkan surat permohonan peninjauan kembali atau penundaan aturan pengenaan pajak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ke Menteri Koordinator bidang Perekonomian Indonesia Hatta Radjasa karena aturan itu yang dirasa memberatkan wirausahawan UMKM.
Ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hipmikindo Maz Pandjaitan mengatakan, aturan pajak tersebut tidak menguntungkan pengusaha UMKM. “Bayangkan saja, barang yang kami jual belum pasti laku dan belum tentu mendapat untung namun dikenakan pajak ini,” katanya saat dihubungi ROL, Selasa (6/8).
Dia menambahkan, padahal para wirausahawan UKM sudah dibebani dengan biaya bunga perbankan, biaya transportasi, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), harga bahan-bahan pokok yang tidak menentu. Tidak hanya itu, adanya tahun ajaran baru, sulitnya memperoleh pinjaman usaha, dan daya beli masyarakat menurun membuat beban wirausahawan UMKM semakin berat. “Jadi misalnya pedagang warung, pedagang sayur atau pengusaha UMKM lainnya kalau terkena pajak ini kan kasihan,” ucapnya.
Maz khawatir, angka pengangguran dan kemiskinan menjadi sangat terlihat dan menambah kemiskinan akibat penerapan pajak ini. Di satu sisi pihaknya memandang perlakuan pemerintah terkait pengenaan pajak yang diskriminatif terhadap perusahaan. Perusahaan hanya terkena pajak pertambahan nilai (PPN), bukan pajak berdasarkan omzet.
Pihaknya khawatir para pengusaha UMKM akan menderita kerugian jika aturan pajak itu diterapkan. Untuk itu, kata Maz, ada 1,4 juta anggota Hipmikindo di 408 Kabupaten atau Kota di 33 provinsi yang meminta pemerintah melakukan peninjauan ulang aturan ini. “Kalo tetap tidak ada tanggapan, kami akan memasukkan surat permohonan penundaan dan peninjauan ulang pajak ini ke Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa beberapa hari setelah Idul Fitri 2013,” papar Maz.
Ketentuan pajak itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PP ini terbit pada 12 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013.
Namun Maz mengaku, aturan pajak ini masih belum berlaku. Adapun peredaran bruto (omzet) UMKM yang tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, akan dikenai pajak dengan tarif pajak penghasilan (PPh) final sebanyak satu persen.