Kamis 01 Aug 2013 14:37 WIB

BPK Segera Rilis Hasil Audit Utang Negara

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan telah rampung melakukan audit utang negara. "Sudah saya tandatangani beberapa hari yang lalu," ujar Ketua BPK Hadi Poernomo di Jakarta, Kamis (1/8). Hasil audit siap dikirim ke DPR.

Audit yang dilakukan BPK adalah terkait surat berharga negara (SBN). BPK fokus ke makro ekonomi Indonesia dan belum mengaudit utang luar negeri.

Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengungkapkan dari hasil yang diperoleh pemerintah sudah cukup hati-hati dalam menerbitkan surat utang. Penerbitan surat utang sudah dikaji sedemikian rupa untuk menjaga sustainabilitas fiskal.

Namun pemerintah masih belum melakukan beberapa pengaturan yang jelas termasuk dasar hukum tentang kontijensi. Misalnya seperti pemerintah berkewajiban membayar pensiun pegawai hingga yang bersangkutan meninggal dunia. "Kalau dihitung secara metode aktuaria, itu bisa raturan bahkan ribuan trliun," kata Hasan.

Hal ini yang masih harus dihitung pemerintah dengan lebih baik. Terlebih pemerintah sebaiknya menerbitkan dasar hukum yang mengakui hutang-hutang atau kewajiban kontinjen dalam laporan keuangan.

Sebuah laporan keuangan yang baik, lanjut Hasan seharusnya mengungkapkan seluruh kewajiban, termasuk yang on balancing maupun out balancing. "Termasuk kewajiban kontinjen yang akan timbul di kemudian hari subapa kita tahu pemerintah memilikinya," kata Hasan.

BPK melakukan pemeriksaan pengelolaan utang secara umum. Dari pemeriksaan tersebut menunjukkan pemerintah telah melakukan perbaikan, utamanya di administrasi utang luar negeri. Pada era orde baru banyak utang luar negeri yang belum terekonsiliasi. Kini hal tersebut sudah ditertibkan.

Terkait surat utang negara (SUN), Hasan menilai bunganya masih relatif tinggi. Hal ini membuat akses masyarakat untuk mendapatkan SUN menjadi lebih sulit sehingga rata-rata pemegang SUN merupakan korporasi dan manajemen investasi. Meskipun demikian hal ini masih diperlukan untuk menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Hasan mengharapkan tingkat bunga SUN bisa lebih rendah sehingga bisa dinikmati masyarakat. "Kalau perekonomian kita membaik dan stabilitas membaik, tentu masyarakat mau membeli obligasi pemerintah dengan bunga yang lebih rendah. Tapi dengan bunga yang sekarang sepertinya memang ekuilibrium ang terjadi di pasar," ujar Hasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement