Sabtu 27 Jul 2013 04:16 WIB

Freeport akan Lepas 15 Persen Saham

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: M Irwan Ariefyanto
In this photo taken and released by PT Freeport Indonesia, on May 17, 2013, the Indonesian unit of Arizona-based Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, rescuers gather inside a tunnel that collapsed in May.
Foto: AP/PT Freeport Indonesia
In this photo taken and released by PT Freeport Indonesia, on May 17, 2013, the Indonesian unit of Arizona-based Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, rescuers gather inside a tunnel that collapsed in May.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - PT Freeport Indonesia akan melepas 15 persen sahamnya dalam waktu dekat. Pemerintah akan membeli 10 persen di antaranya.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, lima persen dari saham induk akan dilepas ke publik. Sedangkan, 10 persen saham ex-Indocopper nantinya akan dibeli Pemerintah Indonesia. “Namun, masih belum diputuskan apakah pemerintah pusat, daerah, atau Badan Usaha Milik Negara yang akan memiliki saham itu,” ujarnya, Jumat (26/7).

Saat ini, pemerintah telah memiliki saham Freeport sebesar 9,36 persen. Sedangkan, 9,36 persen lainnya dimiliki IndocopperInvestama dan sudah dibeli kembali oleh Freeport dan sisanya dimiliki oleh Freeport MacMoran Copper & Gold Corporation.

PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc yang menambang, memproses, dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Perusahaan ini beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia, dan memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak ke seluruh penjuru dunia.

Saat ini, Freeport masih menunggu keputusan perpanjangan kontrak pertambangan mereka di Indonesia selama 20 tahun lagi. Hidayat menyatakan, untuk mengeluarkan keputusan tersebut, pemerintah perlu berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Saat ini, proses tersebut sedang berjalan,” ujarnya.

Menurutnya, kalaupun izin perpanjangan tersebut diberikan, pemerintah menuntut perusahaan tersebut untuk memenuhi sejumlah syarat. Mereka harus melakukan sejumlah penyesuaian dari sisi teknis pertambangan. Freeport juga dituntut untuk mematuhi perjanjian besaran royalti yang baru.

Mereka pun diharapkan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian produk tambang (smelter). Freeport sejauh ini masih menolak untuk membangun pabrik tersebut karena biaya pembangunan yang mahal dan mereka tidak mau menderita kerugian.

Dia menjelaskan, kalau Freeport tidak bersedia membangun smelter maka perusahaan itu harus menyuplai bahan baku ke pabrik pengolahan yang ditunjuk. “Itu lebih realistis. Tetapi, jangan menentang. Jangan menganggap punya hak istimewa untuk melawan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang akan berlaku tahun depan,” tuturnya.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto menjelaskan, keinginan perseroan untuk memperpanjang kontrak karena masih besarnya potensi mineral yang terdapat di tambang mereka saat ini. Menurutnya, cadangan mineral Freeport di permukaan memang akan habis pada 2015 mendatang. Namun, masih banyak mineral yang terkandung di bawah tanah. Jumlahnya 2,5 miliar ton atau 87 persen dari cadangan mineral keseluruhan.

Sehingga, mereka meminta perpanjangan waktu agar tetap bisa mengelola tambang tersebut setidaknya sampai 2041. Menurutnya, tambang ini akan menjadi tambang bawah tanah yang mungkin terbesar di dunia dengan cadangan terbukti yang cukup sampai 2057

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement