Rabu 24 Jul 2013 15:57 WIB

Warga Tak Setuju, Proyek PLTU Batang Terancam Molor

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
 Warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi melakukan aksi menolak rencana pembangunan PLTU Batang di depan Kedubes Jepang, Jakarta, Senin (22/7).    (Republika/ Tahta Aidilla)
Warga yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Batang Berjuang Untuk Konservasi melakukan aksi menolak rencana pembangunan PLTU Batang di depan Kedubes Jepang, Jakarta, Senin (22/7). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan tiang pancang perdana (groundbreaking) proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x1.000 Megawatt di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, terancam tidak dapat dimulai pada Oktober 2013 mendatang.

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan terdapat masalah dalam pembebasan lahan. "Masyarakat belum setuju sepenuhnya. Kalau belum selesai, gimana mau groundbreaking?," ujar Lukita, Rabu (24/7).

Sebelumnya, dalam rapat koordinasi pertengahan Mei silam, pemerintah meyakini proyek pembangunan PLTU Batang akan tetap dimulai pada 2014. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pelaksanaan groundbreaking konsisten dengan financial closing pada Oktober 2013. Tim terpadu, ujar Hatta, menyampaikan persoalan tanah tinggal tersisa lima hektare (ha) dari 192 ha tanah yang dibutuhkan. Penyelesaian sisanya diserahkan kepada pemerintah daerah dengan Bimasena Power Indonesia (BPI).

Lukita menambahkan, apabila masyarakat dipindahkan dari lokasi pembangunan PLTU, tentu akan memengaruhi studi kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, ia mengharapkan agar proyek akan tetap dilaksanakan di lokasi semula.  "Dan apa yang menjadi concern masyarakat harus kita atasi," kata Lukita. 

Lebih lanjut, Lukita menyebut proyek PLTU Batang adalah proyek kerja sama pemerintah swasta (public private partnership/PPP) pertama yang menggunakan peraturan baru terkait pembebasan lahan. Beleid yang dimaksud adalah UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah rangakaian upaya untuk menyelesaikan permasalahan penyediaan lahan untuk pembangunan. 

Apabila mengacu pada beleid ini, Lukita mengatakan, "Kita akan selesaikan dengan mekanisme pengadilan sehingga ada kepastian waktunya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement