Jumat 19 Jul 2013 10:54 WIB

SDI Perbankan Syariah Indonesia Tak Kalah dengan Negara Lain

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja Bank Syariah (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pekerja Bank Syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sumber Daya Insani (SDI) di perbankan syariah dinilai tidak memiliki kendala di pengetahuan terhadap prinsip-prinsip syariah. Justru permasalahan utama dan sangat penting adalah aspek akhlaq kesyariahan.

Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), A Riawan Amin mengkhawatirkan aspek akhlaq apakah benar-benar dijunjung para pelaku perbankan syariah.  "Yang menjadi perhatian adalah akhlaq syariah ini dipegang atau tidak, jadi sebenarnya bukan pengetahuan yang jadi problem," ucapnya kepada ROL, Jumat (19/7).

Sebagai praktisis perbankan syariah, Riawan tidak melihat bidang pengetahuan syariah sebagai masalah. Pasalnya pokok kegiatan bisnis perbankan syariah telah disusun dalam suatu pedoman dan para bankir hanya tinggal mengikutinya saja.

Dia mempertanyakan apakah perbankan syariah sudah berhasil merekrut SDI nomor satu dari pasar tenaga kerja. Jika hal itu belum bisa dilakukan, berarti perbankan syariah belum efisien dalam memanfaatkan kualitas SDI terbaik. "Permasalahan bukan di SDI, tetapi pada cara bagaimana perbankan syariah mampu  menarik SDI terbaik," ujarnya.

Riawan menyebutkan SDI perbankan syariah tanah air tidak kalah bersaing dengan tenaga dari luar. Terbukti, beberapa tokoh perbankan syariah Indonesia menempati posisi penting di lembaga keuangan syariah internasional dan sering diundang pada forum keuangan syariah global. "Tidak ada masalah dengan orang Indonesia selama tidak minder,” kata dia.

Pengamat Ekonomi Syariah, Syafii Antonio mengatakan ada empat kompetensi yang sebaiknya dipenuhi oleh SDI, yakni percaya pada sistem perbankan syariah, harus jujur dan berakhlak baik, mampu menjadi treasury, credit officer, maupun pengawas yang  baik, dan memiliki kemampuan mengelola yang kompeten. Perbankan syariah nasional membutuhkan SDI profesional  sehingga mampu menjalankan bisnis syariah, apalagi dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Syafii berujar saat ini terjadi semacam dikotomi antara guru-guru yang hanya pakar syariah, akidah, tauhid tapi jarang bersinggungan bisnis syariah, dengan para bankir yang mengerti bisisni syariah  namun kurang mengerti  prinsip syariah. Ketidakpahaman ini membuat bankir tidak memiliki kompetensi dalam mengembangkan produk syariah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement