REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mengutarakan keseriusan untuk membeli tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Oleh karena itu, pemerintah akan segera menghadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah masa reses parlemen berakhir Agustus mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, "Tidak apa-apa. Dari awal saya kan sudah bilang kita mendukung pemerintah pusat untuk mengambil itu," ujar Hatta saat ditemui di kantornya, Senin (15/7).
Sebelumnya, Hatta menilai lebih baik Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mengambil tujuh persen saham itu. Hatta mengatakan, pandangannya disebabkan adanya persoalan yang muncul terkait sumber dana yang digunakan oleh pemerintah pusat.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, apabila pemerintah hendak menggunakan APBN, harus melalui persetujuan DPR. Walaupun pemerintah menggunakan tangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). "Kalau DPR mengizinkan ya jalankan saja," kata Hatta.
Menurut Hatta, di dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, secara berturut-turut yang dapat melakukan pembelian saham divestasi itu adalah pemerintah pusat, pemda, BUMN, BUMD dan swasta. "Jangan tiba-tiba ujug-ujug loncat ke BUMN. Nanti pemda-nya marah dong. Kok kami tidak dihargai," ujar Hatta.
Oleh karena itu, pemerintah harus tertib dan prosedural dalam pembelian saham ini. "Sekali lagi, kalau memang pemerintah pusat mau mengambil ya bicarakan baik2 dengan DPR," kata Hatta.
Perpanjangan surat perjanjian jual beli (sales purchase agreement/SPA) terkait pembelian tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) telah dilakukan oleh pemerintah dengan Nusa Tenggara Partnership BV dan berlaku sampai dengan 26 Juli 2013. Sebagai catatan, SPA terakhir jatuh tempo 26 April 2013 setelah diperpanjang 31 Januari 2013.
Sejak kesepakatan yang bernilai 246,8 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,3 triliun ditandatangani pada Mei 2011, SPA telah diperpanjang sebanyak enam kali.