REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dewan Energi Nasional (DEN) meminta pemerintah mengurangi ekspor gas dan batubara untuk selanjutnya digunakan sebesar-besarnya sebagai modal menggerakkan pembangunan nasional.
Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim dalam suatu dialog di Jakarta, Kamis mengatakan, pemerintah mesti merubah orientasi dari sebelumnya gas dan batubara sebagai penghasil devisa negara menjadi modal pembangunan nasional.
"Pengurangan ekspor ini tetap dilakukan bertahap agar kita tidak terkena tuntutan dari negara tujuan," katanya. Menurut dia, kebijakan ekspor gas dan batubara secara masif akan mengancam ketahanan energi nasional.
Dengan dijadikan sebagai modal, maka gas dan batubara dijadikan penggerak pembangunan melalui pemberian jaminan pasokan bagi kebutuhan ekonomi.
Hal senada dikemukakan Anggota DEN lainnya, Tumiran. "Ekspor gas itu masa lalu. Ke depan, kita harus kurangi," katanya.
Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Qoyum Tjandranegara mengatakan, kebijakan ekspor gas sebenarnya telah merugikan negara. Menurut dia, Indonesia mengekspor gas dengan harga setara BBM Rp 4500 per liter, sementara mengimpor BBM Rp 9.000 per liter.
"Jadi, sebenarnya kita kehilangan devisa sebesar Rp 4.500 per liter," katanya. Ia menghitung, pada 2012, negara mengalami kerugian akibat ekspor gas hingga Rp 200 triliun.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) J Widjonarko mengatakan, penyerapan gas di dalam negeri terkendala infrastruktur dan harga. "Gas di Jatim ada 50 TCF (triliun kaki kubik), tapi tidak terserap karena keterbatasan infrastruktur," katanya.