Rabu 03 Jul 2013 03:45 WIB

Pemerintah Susun Relaksasi Tax Holiday, Syarat Terlalu Tinggi

Rep: Satya Festiani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pajak (ilustrasi)
Foto: Ditjen Pajak
Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyusun pelonggaran terhadap aturan insentif tax holiday dan tax allowance. Langkah ini dilakukan karena minimnya perusahaan yang sesuai dengan kriteria insentif tersebut.

"Baru sekitar 2-3 perusahaan yang baru memenuhi persyaratan yang dinilai terlalu berat," ujar Menteri Koordinator Ekonomi, Hatta Rajasa, dalam diskusi Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF, Selasa (2/7).

Bentuk relaksasi yang akan dilakukan adalah penurunan batas awal investasi. Misalnya, selama ini insentif pajak diberikan kepada perusahaan yang memiliki investasi Rp 1 triliun ke atas. Rupanya, perusahan tersebut minim penyerapan tenaga kerja.

Di sisi lain, ada perusahaan yang berinvestasi dibawah Rp 1 triliun, misal Rp 800 miliar, tetapi perusahaan-perusahaan itu menyerap banyak tenaga kerja. "Kita perlu perusahaan yang serap tenaga kerja banyak mungkin akan diakomodasi," ujar dia.

Hatta juga mengatakan pihaknya akan melihat kewajiban negara-negara yang memiliki kerjasama dalam avoidance double taxation. "Ini kita kendorkan, kalau tidak negara-negara yang belum memiliki investasi di kita, akan tidak berinvestasi. Sekarang ada dalam kajian BKF," ujar dia.

Hatta mengeluhkan minimnya perusahaan yang mendapatkan pembebasan ini, karena syarat ketat yang diajukan baik dari total investasi perusahaan hingga ketentuan-ketentuan lainnya.

Ia mengaku akan mengkaji perubahan ketentuan tax holiday ini agar lebih fleksibel dan mengatur investasi yang berkeadilan bagi masyarakat. Menurut dia, pembangunan ekonomi kerakyatan dibutuhkan untuk mendukung pembangunan.

 

"Pembangunan itu dari rakyat, kalau banyak pengusaha tapi tidak mendukung pembangunan rakyat buat apa? Ini yang akan kita diskusikan untuk perubahan dalam tax holiday," ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement