REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Pedagang Pasar Indonesia (SPPI) menilai keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengimpor produk hortikultura pada periode Juli-Desember 2013 adalah kebijakan makelar. Presiden SPPI Burhan Saidi menyayangkan keputusan tersebut.
“Kami melihat ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk mengimpor produk hortikultura adalah sesuatu hal yang terlalu terburu-buru,” ujarnya kepada ROL, Ahad (30/6). Dia menambahkan, seharusnya kebijakan hortikultura itu untuk menunjang kebutuhan masyarakat.
Menurutnya, kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut ibarat makelar yang hanya menunggu importir menawarkan barangnya. “Seharusnya yang pemerintah lakukan adalah turun ke lapangan (untuk mengetahui kondisi),” kata Burhan.
Sehingga, lanjutnya, apa yang dilakukan pemerintah akan merugikan petani di dalam negeri. Ketika pemerintah memaksakan impor, dia khawatir petani dalam negeri mengalami kebangkrutan, dan kemandirian tidak ada. Padahal dirinya yakin, masa panen tanaman produk hortikultura seperti cabai sebenarnya relatif singkat, tidak membutuhkan waktu bertahun tahun.
Pihaknya selaku dari pedagang pasar tidak memiliki pilihan untuk menjual produk impor atau produk lokal karena harus terus menunggu datangnya pasokan. Di satu sisi, para pedagang memiliki keterbatasan untuk turun ke lahan petani hortikultura dan memilih produk yang dijual. Jadi, produk- produk yang ada di pasaran, maka itu yang dijual para pedagang. Padahal, dia menambahkan, seringkali produk impor yang dijual tidak awet.
“Saya mendapat informasi kalau para pedagang di daerah Jawa Tengah (Jateng) mengatakan kalau produk impor tidak tahan lama, ketahannya susut karena jarak yang jauh,” katanya.
Dia menjelaskan, misalnya produk itu berasal dari Cina, maka perjalanan dari negara tersebut ke Indonesia membutuhkan waktu beberapa pekan, belum lagi harus menjalani pemeriksaan peti kemas. Padahal kalau melihat respons pasar, Burhan menyebutkan produk impor tidak selalu dipilih pembeli. Dia memberi masukan, seharusnya pemerintah memberi subsidi kepada petani lokal.
“Kebijakan pemerintah diubah dengan satu poin yang digarisbawahi yaitu untuk bangsa dan negara pada hari ini dan yang akan datang,” tuturnya. Seharusnya, ujar Burhan, tugas pemerintah hanya menyetujui untuk impor buah-buahan yang masa panennya dalam jangka panjang.
Sebelumnya,Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan surat persetujuan impor (SPI) 13 produk hortikultura segar konsumsi periode Juli-Desember 2013 pada Jumat (28/6) lalu. Adapun 13 produk tersebut terdiri dari kentang, cabai, wortel, bawang bombay, bawang merah, pisang, mangga, jeruk, anggur, pepaya, apel, durian, dan lengkeng. ‘’SPI yang diterbitkan dengan alokasi total sebanyak 260.064 ton,’’ ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indonesia Bachrul Chairi.