REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan oleh sentimen global pengurangan stimulus oleh Bank Sentral AS (The Fed) seiring berlanjutnya perbaikan pada ekonomi AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Saat ini berada di posisi 9.811 per dolar AS, melemah satu poin dari posisi sebelumya.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan perbaikan pada ekonomi AS mengakibatkan penarikan dana dari aset keuangan Emerging Market Asia. "Tekanan nilai tukar beberapa hari terakhir tidak hanya pada rupiah tapi juga mata uang kawasan," ujar Perry pada Republika, Kamis (30/5).
Tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga disebabkan oleh kekhawatiran terhadap twin defisit fiskal dan transaksi berjalan. Perry mengatakan BI akan terus melakukan stabilisasi rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Menurutnya, kuotasi di pasar, khususnya nondeliverable forwards (NDF), sudah tidak rasional dan tidak sejalan dengan fundamentalnya.
"Kita intervensi baik dengan terus memasok dolar di pasar valas maupun pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder," ujar Perry. BI ingin memastikan rupiah stabil sesuai fundamental untuk stabilitas ekonomi nasional.
Dolar Singapura dan dolar Brunei Darussalam turun lima poin ke 7.779,09 per dolar AS. Yuan Cina terdepresiasi satu poin menjadi 1.594,95 dolar AS. Sementara itu, baht Thailand terapreasi sebesar satu poin ke 326,92 per dolar AS. Ringgit Malaysia juga berhasil menguat 21 poin ke 3.207,03.