REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Achsanul Qosasi menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai mengkhawatirkan. Menurut Achsanul, salah satu pemicu pelemahan ini adalah rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"BI harus terus menjaga jangan sampai menembus level psikologis Rp 10 ribu," ujar Achsanul kepada ROL, Kamis (30/5).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (29/5) menembus Rp 9.810 per dolar AS. Tren ini meningkat dibandingkan penutupan akhir pekan lalu senilai Rp 9.772 per dolar AS dan penutupan awal pekan ini sebesar Rp 9.792 per dolar AS.
Achsanul menjelaskan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam asumsi dasar ekonomi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2013 pun telah direvisi dari Rp 9.300 menjadi Rp 9.600. Revisi ini, kata Achsanul, menandakan rupiah diyakini akan bergerak di level tersebut.
Ekonom dari Universitas Katolik Atmajaya Agustinus Prasetyantoko menilai amunisi BI relatif terbatas untuk mengatasi pelemahan rupiah. Yang lebih penting adalah penyikapan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Sebagai catatan, pada kuartal I 2013, NPI mengalami defisit 6,6 miliar dolar AS.
"Misalnya, menaikkan harga BBM untuk menekan impor. Itu lebih wilayah pemerintah," kata Prasetyantoko.
Terkait potensi rupiah tergelincir ke level psikologis Rp 10 ribu, Praseyantoko menilai resiko itu ada. Namun, BI diyakininya akan menjaga agar rupiah tidak terjerembab ke level itu. Sebab, akan menimbulkan kepanikan.