REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi, Wijayanto Samirin mengatakan harga Rp 6.500 merupakan angka yang ideal bagi bahan bakar minyak bersubsidi apabila pemerintah berencana menaikkan pascapembahasan APBNP 2013.
"Angka Rp6.500 cukup ideal. Dampak kenaikan harga dengan angka tersebut terhadap inflasi masih bisa ditolerir," kata Wijayanto Samirin dihubungi dari Jakarta, Ahad (12/5).
Direktur Pelaksana Paramadina Public Policy Institute itu memperkirakan anggaran yang bisa dihemat dengan kenaikan harga tersebut mencapai Rp 90 triliun hingga Rp 95 triliun.
Bahkan Wijayanto memperkirakan penghematan yang dilakukan bisa di atas Rp 100 triliun bila diasumsikan terjadi penurunan konsumsi akibat kenaikan harga.
"Idealnya, separuh penghematan dikembalikan kepada masyarakat kurang mampu melalui program beasiswa, program kesehatan, beras murah, dan alternatif terakhir adalah BLT. Sisanya untuk membiayai pembangunan," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan untuk menyehatkan APBN. Namun, pelaksanaannya akan menunggu kesiapan masyarakat, terutama masyarakat miskin, melalui kompensasi kenaikan harga BBM.
Kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi bagi masyarakat miskin berupa program-program yang sudah berjalan saat ini yaitu beras miskin (raskin), beasiswa siswa miskin (BSM) dan program keluarga harapan (PKH).
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Kompensasi kenaikan harga BBM bagi masyarakat miskin akan dibahas dalam APBNP 2013 yang diharapkan selesei akhir Mei.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan anggaran untuk kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan dibahas bersama DPR.
"Kami belum tahu berapa anggarannya karena masih akan dibahas bersama DPR. Tapi seperti disampaikan Presiden, kompensasi yang diberikan adalah tiga program yang sudah ada sebelumnya ditambah BLSM," kata Armida Alisjahbana.