REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) dituding Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) mematikan bisnis pedagang valuta asing (valas) melalui Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No 15/3/DPM bertanggal 28 Februari 2013 yang mengatur pembelian valas. BI mengatakan penyempurnaan ketentuan tersebut adalah bagian dari upaya BI sesuai mandat UU untuk memelihara stabilitas nilai rupiah.
Direktur Eksekutif Hubungan Masyarakat BI, Diffi A. Johansyah, mengatakan pengaturan pembelian valas terhadap rupiah kepada bank untuk meminimalkan pembelian valas yang spekulatif. "Kita coba menyeimbangkan permintaan dan pasokan di pasar," ujar Diffi di gedung BI, Rabu (1/5).
BI menemukan adanya permintaan yang tinggi terhadap valas pada awal 2013 di pedagang valuta asing (PVA). Peningkatan transaksi yang tinggi itu disebabkan oleh nilai tukar yang tengah bergejolak. BI melihat banyaknya transaksi di atas 100 ribu dolar AS dalam bentuk uang kertas asing secara fisik.
Dalam aturan sebelumnya, BI tidak mengharuskan nasabah PVA untuk melampirkan underlying bila mereka membeli valas di atas 100 ribu dolar AS. Sedangkan, nasabah yang membeli melalui bank harus melampirkan data mereka. "Kami melihat adanya perpindahan nasabah dari bank ke PVA karena mereka menolak melampirkan underlying," ujarnya.
Oleh karena itu, untuk pemerataan aturan, BI mengeluarkan SEBI No 15/3/DPM. Dalam aturan ini, semua nasabah yang membeli valas terhadap rupiah berjumlah 100 ribu dolar AS harus melampirkan underlying dokumen. "Aturan ini bertujuan melindungi PVA dari pihak-pihak yang mengambil keuntungan jangka pendek," ujar Diffi.
APVA menuding BI telah membatasi transaksi hanya hingga 100 ribu dolar AS per bulan. BI menegaskan bahwa bank sentral tidak melarang pembelian valas dalam jumlah besar asalkan pembeli melampirkan dokumen.
BI juga menilai PVA tidak usah khawatir nasabahnya diambil oleh bank. Diffi mengatakan, sepanjang PVA bisa melayani dengan harga lebih baik, PVA tidak usah khawatir akan tersaingi oleh bank.
Terkait tudingan APVA yang menyebutkan BI memberikan tanggapan negatif terhadap permintaan audiensi, BI mengatakan telah merespon. "Kita akan menerima audiensi. Tanggalnya sedang dicari," ujarnya.
BI pun mengaku tidak pernah menuding PVA sebagai pelaku utama spekulasi. "Itu kesimpulan yang terlalu terburu-buru," ujarnya.