Jumat 12 Apr 2013 15:23 WIB

Bea Keluar Kakao Akibatkan 90 Persen Eksportir Gulung Tikar

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Biji kakao, ilustrasi
Foto: Antara
Biji kakao, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menyebutkan bea keluar kakao yang ditetapkan pemerintah telah mencekik eksportir kakao lokal. Setidaknya 90 persen eksportir gulung tikar akibat aturan tersebut. "Petani kakao tidak memiliki kekuatan untuk mengatur harga jual," kata Ketua Askindo Zulhefi Sikumbang di Jakarta, Jumat (12/4).

Indonesia merupakan penghasil ketiga terbesar kakao di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Namun produksi kakao Indonesia terus mengalami penurunan. Puncak keemasan kakao di Indonesia terjadi pada 2006, yaitu 621 ribu ton. Per 2012 produksi kakao nasional jatuh menjadi 445 ribu ton saja.

Efek bea keluar kakao ini mengakibatkan tumbuhnya industri pengolahan kakao di dalam negeri, terutama dari pemodal asing. Industri dalam negeri semakin tersingkar karena tidak memiliki jaringan sekuat industri asing. Hal tersebut dapat dilihat dari penanaman modal asing untuk industri kakao mencapai 71 persen atau setara 314 ribu ton. Sedangkan sisanya merupakan investasi dalam negeri.

Bertumbuhnya pengolahan kakao dalam negeri mengakibatkan tingginya impor dan kecilnya ekspor. Zulhefi memperkirakan tahun ini ekspor Indonesia hanya 100 ribu ton, turun dari tahun sebelumnya 125 ribu ton. Sedangkan kapasitas pengolahan kakao meningkat dari 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton.

Kecilnya jaringan industri kakao dalam negeri menyebabkan perusahaan memutuskan untuk menjual pabriknya. Misalnya Petra Food yang menjual pabriknya seharga 950 ribu juta dolar AS kepada pabrikan coklat asal Swis Barry Callebaut. "Padahal pangsa pasar Petra Food di Indonesia mencapai 40 persen," kata Zulhefi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement