Ahad 31 Mar 2013 18:53 WIB

Krisis Bank Siprus Nyaris Tak Mungkin Terjadi di Indonesia

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Citra Listya Rini
Bank Sentral Siprus
Foto: fosbusiness.com
Bank Sentral Siprus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis perbankan di Siprus terjadi sekejap mata, hanya dalam hitungan jam. Deposan kaya di Bank Siprus terancam kehilangan 60 persen dari uangnya yang tersimpan di bank. Ini berlaku bagi mereka yang memiliki tabungan di atas 100 ribu euro di Bank Siprus.

Sebagai solusi, setidaknya 37,5 persen uang tabungan deposan akan dijadikan saham bank. Sedangkan 22,5 persen lainnya akan dibekukan dan dijadikan bentuk ekuitas lain, atau bisa jadi dikembalikan dalam bentuk tunai.

Meskipun nasabah Bank Siprus akhirnya bisa menjual saham mereka lagi, tapi saham mereka itu nyaris tak berharga. Tak ada juga yang bisa menjamin apakah deposan bisa mendapatkan kembali uang depositonya seperti semula. 

Ini adalah kasus pertama selama tiga tahun terakhir di Eropa dimana deposan terpaksa menanggung sebagian dari paket penyelamatan krisis perbankan di negaranya. 

Ekonom Universitas Indonesia, David Sumual mengatakan kasus Bank Siprus nyaris tak mungkin terjadi di Indonesia saat ini. "Bank-bank di Indonesia kebanyakan masih terfokus mengembangkan pasar di dalam negeri. Jarang ada bank-bank lokal yang berinvestasi besar di negara lain," katanya ketika dihubungi Republika, Ahad (31/3).

Meski demikian, kata David, bukan berarti bank-bank lokal jauh dari waspada. Sektor pasar modal, khususnya emiten-emiten perbankan, harus tetap memantau perkembangan Siprus. Sebab, ada kekhawatiran terjadinya pelarian dana ke luar negeri (capital flight) oleh investor-investor asing, seperti Spanyol. 

Secara sektoral, kata David, nasabah perbankan juga pemilik saham harus menahan dirinya jika ada bentuk-bentuk investasi yang menjanjikan investasi dengan suku bunga dan imbas hasil (yield) yang tinggi.

Ia menyontohkan pada 2008-2009 lalu dimana semua orang berbondong-bondong masuk ke saham-saham sektor pertambangan, kemudian sektor tersebut mengalami over exposure saat terjadi krisis dan jatuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement