REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Irak akan tumbuh sekitar sembilan persen tahun ini. Pertumbuhan tersebut dibantu oleh meningkatnya produksi minyak. Namun, IMF meminta pemerintah Irak perlu berbuat lebih banyak untuk mendorong kontribusi bisnis swasta non-minyak terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Sepuluh tahun setelah perang AS di Irak, IMF mengatakan negara itu telah berhasil mempertahankan stabilitas makroekonomi meskipun kondisi politik dan keamanan yang masih sulit. Pertumbuhan ekonomi sekitar 8 persen tahun lalu didukung oleh kenaikan produksi minyak dan aktivitas non-minyak yang 'kuat'. Pertumbuhan harus didorong lagi tahun ini karena produksi minyak diperkirakan naik sekitar 10 persen menjadi 3,3 juta barel per hari.
Dalam laporan tertulisnya, IMF menyebutkan Irak berhasil menekan laju inflasi hingga enam persen pada 2012 dan harus lebih rendah lagi pada tahun ini. Sementara jumlah cadangan devisa Bank Sentral Irak meningkat menjadi 70 miliar dolar AS pada akhir tahun lalu.
Namun IMF mengatakan Baghdad memerlukan kontrol yang lebih baik dari belanja negara, termasuk mengakhiri pengeluaran off-budget dan mendesak Bank Sentral Irak untuk meningkatkan pengawasan bank dan memperlunak liberalisasi pasar valuta asing. Selain itu pemerintah perlu merumuskan strategi jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan sektor non-minyak, membuka lebih banyak kesempatan untuk bisnis swasta dan memberikan lebih banyak ruang bagi bank-bank swasta.