Rabu 20 Feb 2013 14:22 WIB

Banggar: Regulasi Berubah-ubah Hambat Penerimaan Negara

Rep: Muhammad Iqbal / Red: A.Syalaby Ichsan
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Olly Dondokambey, saat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
Foto: Antara/Andika Wahyu
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Olly Dondokambey, saat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR menilai regulasi perpajakan maupun kepabeanan dan cukai yang kerap berubah-ubah dapat menjadi penghambat penerimaan negara.

Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil seharusnya berkorelasi dengan peningkatan penerimaan negara.  

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Olly Dondokambey mengungkapkan, elastisitas perpajakan antara produk domestik bruto (PDB) yang seharusnya penerimaan perpajakan ternyata belum optimal.

Sedangkan dari sisi kepabeanan dan cukai, ternyata UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan berbeda dengan peraturan di lapangan.

"Ini riskan dan semua itu menjadi masukan bagi kita.  Berarti potensi penerimaan negara besar dan belum tergali semua," kata kepada wartawan seusai Rapat Dengar Pendapat Umum Badan Anggaran DPR RI dengan Pakar bertajuk 'Evaluasi Kebijakan Reformasi Perpajakan Cukai dan Kepabeanan' di Ruang Sidang Banggar DPR RI, Rabu (20/2).  

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, target dan realisasi penerimaan perpajakan (termasuk di dalamnya cukai dan bea masuk maupun keluar) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kerap tidak menemui sasaran.  

Pada APBN-P 2011, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 872,6 triliun atau 99,3 persen target Rp 878,7 triliun.

 Kemudian pada APBN-P 2012, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 835,25 triliun atau 94,38 persen dari target Rp 885,02 triliun.Pada APBN 2013, target penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.042,32 triliun.

Oleh karena itu, Badan Anggaran DPR mendorong agar pemerintah meminimalisir perubahan regulasi mulai dari tingkat pusat hingga penerapan di lapangan. "Penerapan regulasi yang tidak sesuai di lapangan riskan jika terus terjadi," kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement