REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di 2013 ini bisa saja jebol. Dari target awal APBN 2013 sebesar 46 juta kiloliter (KL), konsumsi BBM bersubsidi ini ternyata bisa mencapai 49 juta KL.
"Dengan skenario business as usual, maka konsumsi bisa 49 juta kl," kata Andy Noorsaman Sommeng Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (12/2).
Menurutnya perhitungan ini logis bila merujuk pada tren pertumbuhan konsumsi tiga tahun terakhir. Di 2012 misalnya, konsumsi BBM meningkat hingga 3,02 juta KL di atas 2011 sebesar 41,76 juta KL. Sementara di 2011, kenaikan konsumsi juga terjadi sebesar 3,5 juta kl di atas 2010 yang sebesar 38,26 juta KL.
"Namun, kalau dilakukan optimalisasi, maka konsumsi BBM subsidi bisa sesuai target APBN," katanya. Ia menuturkan program pengendalian yang tepat bisa menekan laju konsumsi ini.
Hal senada dikatakan Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto. Menurutnya, angka 49 juta KL merupakan asumsi tanpa penghematan.
"Tapi kan kita telah lakukan sejumlah pengendalian," tegasnya.
Sejumlah program pengendalian sudah dilakukan pemerintah. Awal 2013 ini, pemerintah bahkan mengeluarkan Permen yang melarang penggunaan BBM bersubsidi yakni solar pada kendaraan dinas di Jabodetabek, kendaraan perkebunan, dan kapal angkutan barang.
Pemerintah juga mengembangkan sistem teknologi informasi untuk membatasi BBM bersubsidi. Diantaranya dilakukan Pertamina di Kalimantan dengan sistem monitoring pengendalian (SMP).
Konsumsi BBM dari 2007 hingga 2012 naik signifikan. Di 2007, misalnya, total konsumsi BBM nasional sebesar 62 juta KL namun di 2012 mencapai 75 juta KL.
Konsumsi BBM non subsidi naik dari 23 juta KL menjadi 30 juta KL. Sedangkan BBM bersubsidi juga naik dari 38 juta KL menjadi 45 juta KL. Khusus BBM bersubsidi, premium misalnya naik dari 17 juta kl menjadi 28 juta kl. Sedangkansolar juga naik dari 10 juta kl menjadi 15 juta kl.