REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibandingkan dengan komoditas padi, hortikultura hanya mendapat sedikit tempat di sektor pertanian. Sifatnya yang musiman, dianggap kurang menguntungkan oleh petani.
Padahal, dari segi potensi, hortikultura bisa mendatangkan keuntungan ekonomi yang cukup tinggi. "Hortikultura bisa tumbuh subur di dataran tinggi, cocok untuk ditanami sayuran," ujar Sekertaris Jendral Perhimpunan Hortikultura Indonesia, Annas D Susila, Jumat (1/2).
Kondisi ini bertambah buruk dengan perilaku petani yang masih perlu pembinaan. Mulai dari pemupukan, perawatan, sampai proses pemasaran masih perlu ditingkatkan. Jika kualitas produk sudah bagus, baru kita bisa menerapkan Good Agricultural Practice (GAP) untuk pertanian bekelanjutan. "Sekarang ini, produknya saja belum jaminan mutu," ujar Anas
Dengan menerapkan GAP, ia yakin produksi hortikultura dalam negeri bisa menjadi komoditas ekspor di ASEAN. Namun cita-cita ini butuh waktu panjang untuk direalisasikan. Untuk komoditas sayuran, menurutnya, diperlukan waktu 25 tahun sebelum benar-benar melepas keran impor.
Petani juga harus dibekali dengan mekanisme pengolahan lahan terpadu. Selama ini baru sekitar 60 persen produksi petani domestik yang masuk dalam kategori terbaik. Salah satu penyebabnya, petani masih ragu untuk berinvestasi dalam perawatan tanaman dan benih.
"Fasilitas petani minim, mereka tidak berani investasi," ujar pemasok benih di Kelompok Bumi Lestari Banjarnegara, H Ibrahim kepada ROL.
Ia mengatakan masih banyak petani yang memilih membeli benih berharga murah dan tanpa sertifikasi. Padahal, menurutnya, investasi pada benih bisa meningkatkan kualitas produksi. Benih yang berkualitas bahkan bisa digunakan untuk dua sampai tiga kali penanaman.
Gairah bertanam petani meningkat pasca pembatasan impor belasan produk hortikultura. Annas mengatakan penyetopan sementara ini harus terus dipantau. Jangan sampai hasil bertanam saat ini kembali terpuruk karena keran impor kembali dibuka. "Kalau impor dibuka lagi pas masa panen, kebijakan ini akan sia-sia," ujar Annas.